Thursday, November 9, 2017

Sistem Integrasi Sapi Sawit di Provinsi Bengkulu

Pengembangan Rencana Strategi Integrasi Peternakan dan Perkebunan
Di Daerah Bengkulu


 









OLEH :
Nama: M Inggit Fauzi
NRM : D251170121





Sekolah Pascasarjana
Departemen Ilmu Nutrisi dan Pakan
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
2017


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
      Program pembangunan pertanian di Provinsi Bengkulu mengarah kepada Rencana Strategis Pemerintahan Daerah  yang sesuai dengan Visi daerah, yaitu terwujudnya masyarakat yang maju, sejahtera, beriman dan bertakwa serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin dengan ditopang agribisnis dan agroindustri menuju masyarakat madani (BAPPEDA Provinsi Bengkulu, 2002). Agribisnis dan agroindustri sebagai lokomotif pembangunan dalam rencana strategi di tetapkan di Provinsi Bengkulu. Hal ini di latar belakangi karena Provinsi Bengkulu memiliki kekuatan utama yaitu pada sumber alam, peternakan, perkebunan dan pertanian. Sehingga sangat berpotensi untuk melakukan rencana strategi integrasi peternakan dan perkebunan di Provinsi Bengkulu.
      Permintaan daging nasional menunjukkan data yang meningkat, dalam kurung waktu 2011 hingga 2012. Permintaan daging ruminansia (sapi, kerbau, kambing, dan domba) sebesar 605.880,79 ton pada tahun 2010 , 1.042.055,65 pada tahun 2011, dan 1.241.285,8 pada tahun 2012. Dimana persentase dari konsumsi dari daging sapi dan kambing yaitu 31.2 % dan 29.9 % dari jumlah keseluruhan ruminansia.
      Jumlah penduduk di Provinsi Bengkulu dari tahun 2010 sampai 2011 yaitu 1.722,1, 1.753, dan 1.783,7 jiwa setara dengan 15.387 ekor dengan asumsi peningkatan jumlah penduduk Provinsi Bengkulu 2,71%/tahun dengan tingkat konsumsi daging mencapai 2,70 kg/kapita/tahun. Bahwasannya data jumlah konsumsi daging pada setiap tahunnya meningkat hingga tahun 2017 sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk yang ada di provinsi Bengkulu. Sehingga perlu ada peningkatan produksi daging di Provinsi Bengkulu dengan berbagai trobosan baru sehingga dapat mencukupi kebutuhan daging di Provinsi Bengkulu. Peningkatan jumlah konsumsi daging di provinsi Bengkulu tersebut merupakan suatu tantangan yang selanjutnya di jadikan peluang dalam pengembangan meningkatkan komoditi sapi dan kambing khususnya. Pemerintah Provinsi Bengkulu juga telah menetapkan bahwa komoditas unggulan Provinsi Bengkulu yaitu sapi potong. Dan dengan kondisi agroklimat dan potensi sumber daya alam Provinsi Bengkulu menjadi poin penting untuk mengembangkan ternak tersebut.
      Membangun peternakan di Provinsi Bengkulu merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan pembangunan perkebunan di Provinsi Bengkulu khususnya, ini juga dapat menjadi terobosan baru untuk masyarakat di Provinsi Bengkulu untuk meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian. Hal ini semakin peting bila dikaikan dengan program swasembada  daging pada tahun 2014. Program swasembada daging merupakan adanya fakta bahwa kebutuhan konsumsi daging meningkat yang ditandai dengan kecenderungan impor daging yang terus meningkat terus. Sehingga kita memerlukan terobosan untuk menangulangi permasalahan ini dengan salah satunya yaitu dengan strategi integrasi peternakan dan perkebunan secara sistematis di Provinsi Bengkulu. Dengan adanya terobosan ini harapannya dapat mengurangi impor daging khususnya untuk memenuhi kebutuhan daging di Provinsi Bengkulu.  

1.2  Rumusan Masalah
      Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat ditarik suatu rumusan masalah yaitu :
1.      Lahan yang tersedia belum dapat termanfaatkan dengan optimal karena hanya digunakan untuk satu jenis usahatani walaupun sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk usahatani ternak secara terintegrasi.
2.      Terdapat kesenjangan antara permintaan daging dengan produksi daging yang ada di Provinsi Bengkulu.
1.3  Tujuan
      Adapun tujuan rencana strategi integrasi peternakan dan perkebunan di Provinsi Bengkulu yaitu :
1.      Meningkatkan manajemen produksi dalam pengembangan peternakan dan perkebunan di Provinsi Bengkulu
2.      Masyarakat dapat mengetahui prospek pengembangan system integrasi peternakan dan perkebunan.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Potensi Lahan
            Luas Lahan Provinsi Bengkulu yaitu 1.977.098 Ha. Yang digunakan untuk lahan perkebunan seluas 293.495 Ha. Lahan perkebunan kelapa sawit sekitar 84.409 ha, yang terdiri dari 38.336 ha Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), 45.873 ha Tanaman Menghasilkan (TM) dan 200 ha tanaman berumur tua. Luas perkebunan kelapa sawit ini diperkirakan akan Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi terus meningkat (Disbun  Provinsi Bengkulu, 2004).
2.2  Potensi Pasar
            Potensi pasar untuk peternakan dapat dilihat dari data impor daging yang secara terus menerus setiap tahunnya. Sehingga potensi untuk perkembangan peternakan di daerah Provinsi Bengkulu sangat berpotensial besar. Berdasarkan data statistik di Provinsi Bengkulu masih terdapat kekurangan daging sebanyak 900 – 2.114 ton. Sehingga dengan adanya peningkatan peternakan khususnya sapi dan kambing dapat mengurangi impor daging dari luar negeri. Selain itu apabila program ini bisa berjalan dengan baik maka Bengkulu bahkan juga dapat mengekspor ke provinsi tetangga seperti Jambi, Riau, dan lainnya. Sehingga ini dapat dijadikan peluang untuk perkebunan kelapa sawit menambah pendapatan mereka.
2.3  Daya Tampung Ternak di Perkebunan Kelapa Sawit
            Data untuk perkebunan kelapa sawit yaitu seluas 84.409 Ha. Daya tampung ternak diperkebunan kelapa sawit per hektar yaitu 1-3 ekor/hektar. Dapat dilihat dari data tersebut maka ternak yang dapat dikembangkan yaitu sekitar 253.227 ekor sapi. Dalam upaya memenuhi permintaan daging kebutuhan lokal Propinsi Bengkulu, maka pengembangan ternak sapi akan diprioritaskan, karena Pemerintah Propinsi Bengkulu telah mencanangkan dan menetapkan ternak sapi potong sebagai Komoditas Unggulan. Selain untuk memenuhi kebutuhan lokal Propinsi Bengkulu, ternak sapi potong juga diprogramkan untuk memasok provinsi tetangga.
2.4  Tawaran Solusi
            Dari rumusan masalah yang telah dibuat maka terbentuklah suatu pemikiran untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan Pengembangan rencana strategi integrasi peternakan dan perkebunan kelapa sawit. Sehingga dapat mengurangi penyediaan lahan hijauan untuk ternak sapi tersebut.
2.5  Rencana Implementasi
            Untuk menunjang rencana integrasi ini agar terlaksana dengan baik maka perlu adanya suatu perencanaan atau tahap-tahap yang perlu di tempuh yaitu jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
1.      Jangka pendek
      Langkah awal yang perlu dilakukan yaitu pemerintah provinsi Bengkulu perlu adanya memberikan pinjaman lunak dengan masyarakat yang memiliki perkebunan kelapa sawit dalam bentuk bibit sapi. Selanjunya dilakukan suatu kebijakan dan pendampingan dalam program integrasi tersebut. Sehingga masyarakat dapat bisa berkonsultasi dengan mudah untuk mensukseskan program tersebut.
2.      Jangka Menengah
      Pada tahap jangka menengah ini dikembangkan suatu konsep kawasan peternkaan sapi yang terintegrasi dengan system usaha tani perkebunan kelapa sawit. Pada tahap ini diharapkan populasi dari ternak dapat meningkat sehingga dapat diterapkan system pemberdayaan usaha peternakan sapi, seperti pengembangan pembibitan, pos kesehatan hewan, manajemen dan pemasaran produk peternakan.
3.      Jangka Panjang
      Pada tahap jangka panjang yaitu pengembangan industri pertanian berbasis peternkaan dan perkebunan. Jangka panjang ini dapat tercapai apabila jangka pendek dan jangka menengah sudah terlaksana dengan baik yaitu dengan membentuk suatu system kawasan peternakan/perkebunan dengan system pemberdayaan usaha yang memadai. Sistem industri pertanian ini tentu saja membutuhkan modernisasi pertanian (peternakan), untuk itu diperlukan pengembangan manajemen profesional yang melibatkan petani sebagai subyeknya.  Pada saat yang bersamaan dikembangkan juga 6 teknologi tepat guna, misalnya teknologi transportasi, pengolahan limbah dan kotoran ternak, teknologi pemotongan ternak dan lain-lain.  Agar modernisasi pertanian dapat berjalan dengan sebaik-baiknya maka pemberdayaan petani menjadi mutlak dilakukan, yaitu upaya meningkatkan kemampuan petani dalam usaha budidaya pertaniannya yang berorientasi agribisnis.
2.6  Sistem Integrasi di Perkebunan Rakyat dan Swasta
            Integrasi merupakan suatu usaha peternakan sapi di kawasan perkebunan kelapa sawit yang saling berhubungan dan menjadi alternative usaha cow-self operation. Apabila perkebunan kelapa sawit swasta dan rakyat yang ada di provinsi Bengkulu maka akan mengurangi ketergantungan Provinsi Bengkulu pada sapi impor. Sistem intregrasi sapi-sawit sangat berpeluang untuk dikembangkan di provinsi Bengkulu. Kelapa sawit telah berkembang di kalangan petani (rakyat) yang sebagian besar ditanam di lahan kering Podsolid Merah Kuning (PMK). Luas area Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) 38.336 ha dan Tanaman Menghasilkan (TM) mencapai 45.873 ha. Peta sebaran luas pertanaman sawit rakyat di Provinsi Bengkulu terdapat di empat kecamatan yaitu di Kecamatan Giri Mulya dan Teras Terunjam, Kabupaten Bengkulu Utara dan Kecamatan Talo serta Kecamatan Sukaraja, Model Sistem Terpadu pada perkebunan rakyat di Bengkulu disesuaikan dengan rata-rata kepemilikan lahan sawit per keluarga. Pada saat ini, kepemilikan lahan sawit rakyat rata–rata adalah 2 ha untuk tanaman yang menghasilkan dan 1 ha untuk tanaman yang belum menghasilkan. Dengan luas lahan 3 ha maka jumlah sapi yang dibutuhkan untuk integrasi adalah 3 ekor terdiri atas 1 ekor sapi jantan untuk pengangkut TBS dan 2 ekor sapi betina untuk perkembangbiakan. Apabila sistem integrasi tersebut dapat terlaksana dengan baik maka masyarakat akan mendapatkan  sumber pendapatan tambahan seperti hasil penjualan sapi, pupuk anorganik dari sapi, pengurangan biaya angkut TBS yang diganti dengan sapi dan rumput dan gulma yang tumbuh di sekitar sawit karena dimakan oleh ternak.
2.7  Manfaat dan Keuntungan Sistem Integrasi Sapi-Perkebunan Sawit.
            Pengembangan rencana strategi integrasi peternakan dan perkebunan di provinsi Bengkulu antara perkebunan sawit dan sapi memiliki prospek yang sangan baik untuk di kembangkan. Dimana dengan memanfaatkan ternak maka dapat mengurangi tenaga kerja manusia dalam mengangkut hasil panen TBS. Sebelum menerapkan sistem integrasi, pada areal kebun 5000 ha dibutuhkan tenaga kerja panen sebanyak 600 orang, namun dengan sistem integrasi hanya diperlukan pemanen sebanyak 400 orang (Sitompul, 2003). Sehingga tenaga kerja yang di perlukan untuk seluas 84.409 ha yaitu 10.169 orang dan bila mnerapkan sistem ini hanya memperkerjakan 6.752 orang ini tentu sudah membuat efek yang signifikan dalam segi menghemat tenaga kerja. Apabila dalam sebulan tenaga kerja dibayar Rp. 1.000.000,-  maka sudah menghemat Rp. 3.417.039.036,-/bulan. Efisiensi penggunaan pupuk ternak sapi akan meningkat pemanfaatan kotoran sapi untuk pupuk kandang bagi perkebunan sawit. Dimana 1 ekor ternak ternak diasumsikan berat 250 kg dan dan dalam sehari dapat menghasilkan 6,6% dari berat badan dalam sehari. Maka kita dapat mengetahui bahwa akan menghasilkan 4.178.246 kg feses per harinya. Keuntungan yang diperoleh petani Sistem Terpadu akan bertambah bila diperhitungkan penghematan dalam pemakaian pupuk kandang untuk sawit dan pemanfaatan limbah sawit untuk pakan sapi. Hal ini menunjukan adanya efisiensi pemupukan dan biaya pakan sapi (Gunawan et al., 2004).



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam pembuatan sistem integrasi peternakan dan perkebunan kelapa sawit yaitu :
·         Dapat mendukung pengembangan ternak sapi potong agar dapat memenuhi kebutuhan daging di provinsi Bengkulu.
·         Dengan pengembangan rencana strategis integrasi peternakan dan perkebunan kelapa sawit terbukti mapu memberikan penghasilan tambahan dari efek positif sistem integrasi tersebut.



DAFTAR PUSTAKA
Bappeda  Provinsi  Bengkulu. 2002. Rencana Strategis Pembangunan Provinsi Bengkulu
Dinas Perkebunan provinsi Bengkulu. 2013. Data Statistik Luas Areal dan Produksi Perkebunan
            Besar Swasta menurut Lokasi, Komoditi dan Keadaan Tanaman. Bengkulu
Dinas  Peternakan Dan  Kesehatan  Hewan Propinsi  Bengkulu. 2004. Prospek Pengembangan
            Sapi Potong di Propinsi Bengkulu. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi
            Bengkulu.  Bengkulu. Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
Gunawan, B. Hermawan, Sumardi Dan  E.P. Praptanti. 2004. Keragaan Model Pengembangan
            Integrasi Sapi–Sawit pada Perkebunan Rakyat di Propinsi  Bengkulu. Makalah
            disampaikan pada Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman–Ternak di Denpasar, Bali
            pada Tanggal 20–22 Juli 2004.
Diwyanto, K., D. Sitompul, I. Manti, I.W. Mathius dan Soentoro. 2003. Pengkajian
            Pengembangan Usaha Sistem Integrasi Kelapa Sawit–Sapi. Prosiding Lokakarya
            Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit–Sapi. Bengkulu, 9–10 September
            2003. Departemen Pertanian bekerjasama dengan Pemerintah Propinsi Bengkulu dan PT.
            Agricinal.



LAMPIRAN
Tabel 1. Proyeksi Jumlah Penduduk Provinsi Bengkulu (2010-2015)

Tabel 2. Populasi ternak ruminansia di Propinsi Bengkulu
Sumber:   Dinas Peternakan dan   Kesehatan   Hewan   Propinsi   Bengkulu (2004) Lokakarya
Nasional Sapi Potong 2004

Tabel 3. Data Statistik Luas Areal dan Produksi Perkebunan Besar Swasta menurut Lokasi, Komoditi dan Keadaan Tanaman di Provinsi Bengkulu 2013


Tabel 4. Pemanfaatan lahan di Propinsi Bengkulu dan luasnya

Tuesday, November 7, 2017

Pengaruh Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus) Fermentasi Terhadap Performa Dan Lemak Abdominal Ayam Broiler

Pengaruh Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus) Fermentasi Terhadap Performa Dan Lemak Abdominal Ayam Broiler
          
M Inggit Fauzi1, Urip Santoso2, Yosi Fenita2
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
Jalan Raya W.R Supratman, Kandang Limun, Bengkulu, 38371A
1)Mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
2)Dosen Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
 

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh ekstrak daun katuk yang difermentasi dengan tape katuk terhadap performa dan lemak abdominal pada broiler.  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Juni 2016. Berlokasi di Commercial Zone Animal Laboratory (CZAL) Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan yaitu  P0 = 0 g/kg, P1 = 4,5 g/kg, P2 = 9 g/kg, P3 = 13,5 g/kg, 18 g/kg pakan dan 4 ulangan menggunakan ekstrak daun katuk fermentasi. Variabel yang diamati adalah konsumsi pakan, berat badan, pertambahan berat badan, konversi pakan, dan lemak abdominal. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun katuk fermentasi berpengaruh tidak nyata (P >0,05) terhadap konsumsi ransum, berat badan, pertambahan berat badan, konversi ransum, dan lemak abdominal. Penurunan lemak abdominal pada P1, P2, P3 dan P4 masing-masing yaitu 23,7%, 21,7%, 31,8% dan 31,8%. Rataan konsumsi ransum kumulatif P0, P1, P2, P3, dan P4 yaitu 2580 gram, 2567 gram, 2487 gram, 2698 gram, dan 2557 gram. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun katuk fermentasi dapat menggantikan feed additive komersial.
Kata kunci : performans, lemak abdominal, ekstrak daun katuk fermentasi, ayam broiler


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

            Penggunaan antibiotika sebagai pemacu pertumbuhan telah banyak dilarang dikarenakan menimbulkan dampak negatif. Antibiotika yang terakumudasi dalam produk ternak dapat mengganggu kesehatan konsumen. Untuk itu, menggantikan antibiotika dengan bahan pakan alami yang lebih aman adalah sangat penting. Daun katuk mengandung senyawa yang bersifat antibakteri (Santoso, 2014), sehingga daun katuk berpotensi sebagai pengganti antibiotika.
            Hasil penelitian Santoso dan Sartini (2001), menunjukkan bahwa suplementasi tepung daun katuk menurunkan deposisi lemak diatas 30% pada ayam broiler. Namun demikian,  suplementasi tepung daun katuk menurunkan berat badan ayam broiler. Penurunan berat badan akan menurunkan keuntungan yang diperoleh peternak, karena saat ini harga broiler masih didasarkan kepada berat badan daripada mutunya.
            Untuk mengatasi problema tersebut, maka tepung daun katuk dapat difermentasi. Fermentasi bahan pakan akan memperbaiki nilai gizi dan kecernaan zat gizi serta menurunkan zat anti nutrisi, kadar protein dan protein terlarut serta memecah protein manjadi senyawa yang lebih sederhana seperti peptide dan asam amino, menurunkan serat kasar (Susi, 2012; Lahay dan Rinduwati, 2007; Sukaryana et al., 2014; Ari et al., 2012) , dan menurunkan kadar zat anti nutrisi seperti tannin, oligosakarida, asam fitat, fenol, saponin, oksalat dan phytin phosphorus (Ari et al., 2012; Ibrahim et al., 2002; Olaniyi dan Mehdizadeh, 2013; Olagunju dan Ifesan, 2013), senyawa fenol, phytin phosphorus, alkaloid dan oksalat; (Shu et al., 2010).
            Hasil penelitian Santoso et al. (2015) menunjukkan bahwa pemberian tepung daun katuk yang difermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae (tape katuk) menghasilkan berat badan yang cenderung lebih tinggi dan konversi pakan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol (pakan tanpa daun katuk fermentasi). Akan tetapi pemberian tepung daun katuk fermentasi menghasilkan penurunan lemak abdominal yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tepung daun katuk. Ini menunjukkan bahwa ekstrak daun katuk fermentasi mampu menggantikan feed additive komersial yang mengandung antibiotika.
            Efektivitas daun katuk fermentasi akan lebih tinggi lagi jika diekstraksi. Ekstrak akan menghasilkan suplemen yang kaya akan zat gizi dan senyawa metabolik sekunder (Santoso, 2014), sehingga akan meningkatkan daya guna daun katuk fermentasi.
            Berdasarkan uraian diatas, penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemberian ekstrak daun katuk yang difermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae untuk memperbaiki performa ayam broiler, dan menurunkan lemak abdominal.

1.2 Tujuan Penelitian

            Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh ekstrak daun katuk yang difermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae (tape katuk) terhadap performa dan lemak abdominal pada broiler.

II. METODE PENELITIAN

2.1      Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Juni 2016. Berlokasi di Commercial Zone Animal Laboratory (CZAL) Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.

2.2      Bahan dan Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan, kandang ayam broiler, tempat minum, tempat pakan, terpal, ember, dan alat tulis  serta alat-alat lain yang akan digunakan.
            Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah air kran, ayam  broiler sebanyak 80 ekor yang berumur 14 hari, ektrak daun katuk fermentasi (EDKF), jagung kuning, dedak, konsentrat broiler, mineral mixture, garam dapur, top mix, minyak, dan sekam.

2.3      Tahapan Penelitian

2.3.1    Ekstraksi Daun Katuk
            Daun katuk kering angin difermentasi dengan ragi tape selama 2 hari dalam kondisi anaerob. Hasil fermentasi dijemur dan digiling. Selanjutnya diekstraksi dengan air panas (kurang lebih 900 C) selama 20 menit. Hasil ekstraksi dikeringkan pada suhu 50 – 600 C.    
2.3.2    Persiapan Kandang
            Kandang sebelum penelitian perlu kita persiapkan terlebih dahulu, dimulai dari melakukan renovasi, sanitasi dan sterilisasi kandang. Setelah kandang bersih dan steril maka dilakukan pembersihan tempat air minum dan tempat pakan. Setelah kandang siap dilanjutkan dengan menyiapkan brooder beserta brooding ring.
2.3.3    Pemeliharaan Ayam Broiler
            Penelitian ini menggunakan broiler umur 14 hari (periode finisher). Ransum yang digunakan mengandung level protein kasar 19% (Tabel 2)/kg. Ayam broiler dipelihara sampai umur 35 hari. Pakan dan air minum diberikan adlibitum.
            Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Delapan puluh ekor ayam broiler umur 14 hari didistribusikan ke dalam  5 kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok pelakuan terdiri dari 4 ulangan, dan masing-masing ulangan terdiri dari 4 ekor broiler. Adapun ke 5 perlakuan itu adalah sebagai berikut :
1.      Broiler yang diberikan pakan tanpa EDKF sebagai kontrol
2.      Broiler diberi pakan yang mengandung 4,5 gram EDKF/kg pakan.
3.      Broiler diberi pakan yangmengandung 9 gram EDKF/kg pakan.
4.      Broiler diberi pakan yang mengandung 13,5 gram EDKF/kg pakan.
5.      Broiler diberi pakan yang mengandung 18 gram EDKF/kg pakan.




Table 1. Komposisi gizi bahan pakan yang digunakan (%)
Bahan
Abu
Lemak
SK
Protein
Ca
P
Energi
Dedak a)
12,6
4,2
1,7
8,5
0,2
1,0
1810
Jagung a)
1,7
4
2,2
8,9
0,02
0,23
3321
Konsentrat b)
Broiler
-
6
5
41,5
2,72
1,45
2800
Minyak
-
-
-
-
-
-
9800
EDKF
-           1,5%           -            25%             -              -               -
Mineral Mix
-
-
-
-
32
10
-
Top Mixc)




32,5
10

Sumber :   a. Haktadi et. al (2005)
b. Konsentrat Broiler (PT Japfa Comfeed)
c. Label Top Mix
Bahan pakan %
P0
P1
P2
P3
P4
Jagung
57,00
57,05
56,80
56,50
56,50
Dedak
5,00
5,00
5,00
5,00
4,65
Konsentrat Broiler
34,20
34,20
34,00
33,85
33,85
Minyak Sawit
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
EDKF
0
0,45
0,90
1,35
1,80
Tepung Kunyit
0
0
0
0
0
Mineral mixture
1,70
1,70
1,70
1,70
1,60
Topmix
0,50
0
0
0
0
Garam
0,10
0,10
0,10
0,10
0,10
Komposisi gizi
-
-
-
-
-
ME, Kcal/kg
3143
3153
3148
3149
3145
Protein, %
19,18
19,31
19,35
19,39
19,51
    


            Pakan dan air minum diberikan adlibitum. Berat badan dan konsumsi pakan ditimbang setiap minggu.
2.3.4    Sampling
Pada akhir penelitian (umur 35 hari), 4 ekor broiler untuk setiap kelompok perlakuan disembelih dan lemak abdominal ditimbang.
Variabel yang diukur adalah konsumsi pakan, berat badan, pertambahan berat badan, konversi pakan dan lemak abdominal.
2.3.5    Analisi Data
            Semua data dianalisis variance (ANOVA) jika berbeda nyata diuji lanjut dengan DMRT.






III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Konsumsi pakan

Konsumsi pakan ayam broiler pada setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.


Table 1. Rata-rata komsumsi pakan ayam broiler selama penelitian (g).
Perlakuan
Ulangan
Rata-rata
SD
1
2
3
4
P0
2480
2793
2555
2493
2580ns
145,4
P1
2458
2735
2490
2585
2567ns
124,4
P2
2323
2475
2680
2470
2487ns
146,9
P3
2670
2760
2970
2393
2698ns
239,4
P4
2543
2705
2663
2318
2557ns
173,7
Keterangan : ns : menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05)
                P0 (Pakan kontrol), P1 (Pakan kontrol, 4,5 g ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan),
P2 (Pakan kontrol,
9 g ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan), P3 (Pakan kontrol, 13,5 g ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan),  P4 (Pakan kontrol, 18 g ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan)


           Berdasarkan analisis ragam yang telah dilakukan bahwa perlakuan pakan yang diberikan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi pakan ayam broiler. Ini berarti bahwa ekstrak daun katuk fermentasi dapat menggantikan feed additive komersial (top mix). Pemberian ekstrak daun katuk fermentasi sebanyak 4,5 g/kg pakan sudah dapat menggantikan top mix. Menurut Santoso (2008) bahwa daun katuk mengandung tannin, saponin dan flavonoid yang dapat menggantikan antibiotik, sehingga logis bila ekstrak daun katuk fermentasi dapat  menggantikan top mix sebagai antibakteri alami.
           Menurut penelitian Santoso et al. (2001) bahwa dengan pemberian ekstrak daun katuk tidak menurunkan konsumsi pakan. Sementara Santoso et al. (2015) bahwa pemberian tepung daun katuk fermentasi juga tidak memberikan efek yang signifikan terhadap konsumsi broiler. Jadi, ekstraksi daun katuk fermentasi tidak mempengaruhi konsumsi pakan.


Grafik rataan konsumsi pakan mingguan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik rataan konsumsi pakan mingguan ayam broiler


Pada gambar 1 dapat dibaca bahwa semakin bertambah umur ayam broiler maka semakin tinggi pula konsumsi dari ayam broiler tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Zulfanita et al. (2011) yang menyatakan bahwa semakin bertambahnya umur pada ayam broiler, maka konsumsi pakan akan bertambah karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada minggu pertama, perlakuan P1, P3 dan P4 cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan P0, sementara P2 cenderung lebih rendah. Pada minggu kedua perlakuan P3 cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan P0, sementara P1, P2, dan P4 cenderung lebih rendah. Pada minggu ketiga perlakuan P3 cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan P0, sementara P1, P2, dan P4 cenderung lebih rendah. Kesimpulannya dari grafik rataan konsumsi pakan maka pada P3 memberikan angka konsumsi pakan yang lebih tinggi dibandingkan P0, P1, P2, dan P4 secara analisis ragam berpengaruh tidak nyata (P>0,05), pada level ekstrak daun katuk fermentasi sebanyak 13,5 g/kg pakan menghasilkan konsumsi yang kurang baik.

3.2 Berat Badan

Berat badan ayam broiler pada setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.


Table 2. Rata-rata berat badan ayam broiler selama penelitian (g)
Perlakuan
Ulangan
Rata-rata
SD
1
2
3
4
P0
1813
1906
1725
1444
1722ns
199,6
P1
1842
1794
1631
1631
1725ns
109,4
P2
1594
1700
1825
1556
1669ns
120,7
P3
1831
1762
1763
1656
1753ns
72,3
P4
1731
1888
1781
1569
1742ns
132,7
Keterangan : ns : menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05)
P0 (Pakan kontrol), P1 (Pakan kontrol, 4,5 g ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan),
P2 (Pakan kontrol,
9 g ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan), P3 (Pakan kontrol, 13,5 g  ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan),  P4 (Pakan kontrol, 18 g ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan)


Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun katuk fermentasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap berat badan ayam broiler. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun katuk fermentasi dapat menggantikan feed additive komersial (top mix). Pemberian ekstrak daun katuk fermentasi sebanyak 4,5 g/kg pakan sudah dapat menggantikan top mix. Ekstrak daun katuk fermentasi mengandung tannin, flavonoid, saponin, dan alkaloid yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen, sehingga pertumbuhan broiler tidak menurun. Agus et al. (2014) menyatakan bahwa pemberian  S. androgynus terbukti efektif dalam menghambat pertumbuhan mikrobia pathogen. Pemberian S. androgynus pada hewan unggas dilaporkan dapat memperbaiki keseimbangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan. Apabila dibandingkan top mix yang digunakan sebagai pakan tambahan, maka ekstrak daun katuk fermentasi lebih baik karena tidak mengandung antibiotik yang jika dikonsumsi oleh manusia dapat mempengaruhi kesehatan manusia.
      Santoso et al. (2001) menyatakan bahwa pemberian ekstrak daun katuk dapat cenderung meningkatkan berat badan ayam broiler. Menurut Santoso et al. (2015) bahwa pemberian tepung daun katuk fermentasi juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap berat badan ayam broiler. Jadi, ekstraksi tepung daun katuk fermentasi juga tidak memperbaiki berat-badan.


Grafik rataan berat badan mingguan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik rataan berat badan mingguan ayam broiler


Pada Gambar 2. bahwa kita dapat diketahui bahwa sejalan dengan bertambahnya umur setiap minggunya maka terjadi peningkatan berat badan. Hasil tersebut sesuai pendapat Andriyanto et al. (2014) yang menyatakan bahwa dengan bertambahnya umur pada ayam broiler, maka berat badan ayam broiler akan meningkat. Hasil analisis korelasi-regresi antara konsumsi dan berat diperoleh nilai r = 0,98 dengan persamaan Y= -1127,59 +2,76X. Hal ini berarti peningkatan berat badan disebabkan oleh peningkatan konsumsi pakan.
           Pada minggu pertama perlakuan P3 dan P4 cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan P0, sementara P1 dan P2 cenderung lebih rendah. Pada minggu kedua perlakuan P1, P3 dan P4 cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan P0, sementara P2 cenderung lebih rendah. Pada minggu ketiga perlakuan P3 dan P4 cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan P0, sementara P1 dan P2 cenderung lebih rendah. Kesimpulannya dari grafik rataan berat badan maka pada P3 memberikan angka berat badan yang lebih tinggi dibandingkan P0, P1, P2, dan P4 secara analisis ragam berpengaruh tidak nyata (P>0,05), pada level ekstrak daun katuk fermentasi sebanyak 13,5 g/kg pakan menghasilkan berat badan yang baik.

3.3 Pertambahan Berat Badan

Pertambahan berat badan ayam broiler pada setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.




Table 3. Rata-rata pertambahan berat badan ayam broiler selama penelitian (g)
Perlakuan
Ulangan
Rata-rata
SD
1
2
3
4
P0
1368
1458
1273
999
1274ns
198,9
P1
1345
1349
1186
1189
1267ns
92
P2
1146
1268
1373
1109
1224ns
120,1
P3
1371
1313
1320
1189
1298ns
77,5
P4
1276
1435
1317
1106
1283ns
136
Keterangan : ns : menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05)
                P0 (Pakan kontrol), P1 (Pakan kontrol, 4,5 g ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan),
P2 (Pakan kontrol,
9 g ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan), P3 (Pakan kontrol, 13,5 g  ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan),  P4 (Pakan kontrol, 18 g ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan)
          


Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ekstrak daun katuk fermentasi (Sauropus androgynous) terhadap perlakuan pakan yang diberikan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap pertambahan berat badan ayam broiler. Ini berarti ekstrak daun katuk fermentasi dapat menggantikan feed additive komersial (top mix). Pemberian ekstrak daun katuk fermentasi dapat diberikan sebanyak 4,5 g/kg pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso et al. (2005) bahwa pada katuk mengandung zat additive alami, yang dapat menggantikan top mix yang mengandung antibiotik didalamnya.
Jika dibandingkan penelitian Santoso et al. (2015) bahwa pemberian tepung daun katuk fermentasi juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertambahan berat badan ayam broiler. Jadi, ekstraksi tepung daun katuk fermentasi juga tidak memperbaiki pertambahan berat badan.
           Menurut pendapat Santoso et al. (2001) bahwa pemberian ekstrak daun katuk dapat cenderung meningkatkan pertambahan berat badan ayam broiler. Bahwa


dengan pemberian pakan sebanyak 18 g/kg pakan dapat menghasilkan berat badan yang optimal.
Grafik rataan pertambahan berat badan mingguan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik rataan pertambahan berat badan mingguan ayam broiler
          


Jika dilihat dari gambar 3 bahwa pertambahan berat badan ayam broiler perminggunya cenderung meningkat. Andriyanto et al. (2014) yang menyatakan bahwa dengan bertambahnya umur pada ayam broiler, maka pertambahan berat badan ayam broiler pun akan meningkat. Pada minggu pertama, perlakuan P3 cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan P0, sementara P1, P2 dan P4 cenderung lebih rendah. Pada minggu kedua perlakuan P1 dan P4 cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan P0, sementara P2 dan P3 cenderung lebih rendah. Pada minggu ketiga perlakuan P3 dan P4 cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan P0, sementara P1 dan P2 cenderung lebih rendah. Kesimpulannya dari grafik rataan pertambahan berat badan maka pada P3 memberikan angka pertambahan berat badan yang lebih tinggi dibandingkan P0, P1, P2, dan P4 secara analisis ragam berpengaruh tidak nyata (P>0,05), pada level ekstrak daun katuk fermentasi sebanyak 13,5 g/kg pakan menghasilkan pertambahan berat badan yang baik.





3.4 Konversi Pakan

Konversi pakan ayam broiler pada setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 10.


Table 4. Rata-rata konversi pakan ayam broiler selama penelitian.
Perlakuan
Ulangan
Rata-rata
SD
1
2
3
4
P0
1,81
1,91
2,01
2,5
2,06ns
0,3
P1
1,83
2,03
2,1
2,17
2,03ns
0,2
P2
2,03
1,95
1,95
2,23
2,04ns
0,1
P3
1,95
2,1
2,25
2,01
2,08ns
0,1
P4
1,99
1,89
2,02
2,09
2,00ns
0,1
Keterangan : ns : menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05)
                P0 (Pakan kontrol), P1 (Pakan kontrol, 4,5 g ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan),
P2 (Pakan kontrol,
9 g ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan), P3 (Pakan kontrol, 13,5 g  ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan),  P4 (Pakan kontrol, 18 g ekstrak daun katukfermentasi/ kg pakan)


Berdasarkan hasil analisis ragam yang telah dilakukan bahwa perlakuan pakan yang diberikan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konversi pakan. Ini berarti bahwa ekstrak daun katuk fermentasi dapat menggantikan feed additive komersial khususnya top mix. Ekstrak daun katuk fermentasi dapat diberikan sebanyak 4,5 g/kg pakan. Menurut pendapat Santoso (2008) yang menyatakan bahwa daun katuk mengandung anti bakteri yang baik untuk kesehatan manusia.
            Menurut pendapat Gusmawati (2000) pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransum selama 2 minggu tidak menurunankan konversi pakan. Jika dibandingakan dengan penelitian Santoso et al. (2015) bahwa tepung daun katuk fermentasi juga tidak dapat memperbaiki konversi pakan pada ayam broiler




Grafik rataan konversi pakan mingguan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik rataan konversi pakan mingguan ayam broiler
          


Pada gambar 4 bahwa dapat diketahui bahwa konversi pakan rata-rata ayam broiler setiap perlakuan tidak konsisten pada setiap minggunya selama penelitian. Pada minggu pertama, perlakuan P1, P2, P3 dan P4 cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan P0. Pada minggu kedua perlakuan P3 cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan P0, sementara P1, P2, dan P4 cenderung lebih rendah. Pada minggu ketiga perlakuan P1, P2, P3 dan P4 cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan P0. Kesimpulannya dari grafik rataan konversi pakan maka pada P4 memberikan angka konversi pakan yang lebih baik dibandingkan P0, P1, P2, dan P3 secara analisis ragam berpengaruh tidak nyata (P>0,05), pada level ekstrak daun katuk fermentasi sebanyak 18 g/kg pakan menghasilkan konversi pakan yang baik.

3.5 Lemak Abdominal

Lemak abdominal ayam broiler pada setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 11.


Table 5. Rata-rata lemak abdominal ayam broiler selama penelitian selama penelitian.
Perlakuan
Ulangan
Rata-rata
SD
1
2
3
4
P0
1.63
3.10
1.48
1.70
1.98ns
0.8
P1
1.31
2.01
1.38
1.32
1.51ns
0.3
P2
1.14
1.26
1.78
2.02
1.55ns
0.4
P3
1.36
1.43
2.32
1.23
1.59ns
0.5
P4
1.37
1.29
1.57
1.19
1.35ns
0.2
Keterangan : ns : menunjukkan bahwa perlakukan yang diberikan berbeda tidak nyata ( P>0,05)           
                P0 (Pakan kontrol), P1 (Pakan kontrol, 4,5 g ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan),
P2 (Pakan kontrol,
9 g ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan), P3 (Pakan kontrol, 13,5 g ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan),  P4 (Pakan kontrol, 18 gram ekstrak daun katuk fermentasi/ kg pakan)


Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa suplementasi ekstrak daun katuk fermentasi dalam pakan yang diberikan pada perlakuan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap lemak abdominal pada ayam broiler. Meskipun berpengaruh tidak nyata, terdapat kecenderungan menurunnya lemak abdominal pada P1, P2, P3, dan P4 sebanyak masing-masing yaitu 23,7%, 21,7%, 19,7%, dan 31,8%. Dapat disimpulkan bahwa pemberian paling baik dalam penurunan lemak pada level pemberian ekstrak daun katuk fermentasi sebanyak 18g/kg. Santoso (1999) bahwa turunnya akumulasi lemak disebabkan oleh zat aktif yang terkandung dalam daun katuk. Daun katuk mengandung flavonoid, saponin, dan tannin yang mempunyai khasiat untuk menurunkan akumulasi lemak pada ayam broiler. Semakin tinggi pemberian ekstrak daun katuk fermentasi maka presentase lemak abdominal yang terkandung dalam ayam broiler juga akan turun. Hasil analisis korelasi-regresi antara level ekstrak daun katuk fermentasi dan lemak abdominal diperoleh nilai r = -0,36 dengan persamaan Y= 1,8 – 0,025X. Hal ini berarti semakin tinggi level ekstrak daun katuk fermentasi semakin turun lemak abdominal.
Menurut pendapat Santoso (2001), bahwa pemberian ekstrak daun katuk sebesar 4,5 g/kg pakan memberikan akumulasi lemak yang paling rendah. Penelitian ini juga di perkuat dengan pemberian ekstrak daun katuk kedalam pakan sebanyak 18 g/kg pakan mampu menurunkan akumulasi lemak. Santoso et al. (2015) bahwa pemberian tepung daun katuk fermentasi tidak memberikan efek yang signifikan pada lemak abdominal ayam broiler. Ini berarti bahwa ekstraksi tepung daun katuk fermentasi cukup efektif untuk menurunkan lemak abdominal.






V. KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan

Pemberian ekstrak daun katuk fermentasi sebanyak 4,5 g/kg pakan sampai 18 g/kg pakan dapat menggantikan feed additif komersial (top mix). Pemberian ekstrak daun katuk fermentasi sebanyak 18 g/kg pakan dapat menurunkan lemak abdominal sebesar 31,8 %.

DAFTAR PUSTAKA
Andriyanto, A. S. Satyaningtijas, R.
           
Yufiandri, R. Wulandari, V. M.
           
Darwin, S. N. A. Siburian. 2014.
           
Performa dan kecernaan pakan
           
ayam broiler yang diberi hormon
           
testosteron dengan dosis bertingka.
           
Jurnal Fakultas Kedokteran Hewan
           
IPB. Bogor
Ari, M. M., B. A. Ayanwale, T. Z. Adama
           
and E. A. Olatunji. 2012. Effects of
           
different fermentation methods on
           
the proximate composition, amino
           
acid profile and some antinutritional factors (ANFs) in
           
soyabeans (Glycine max).
           
Fermentation Technology and
           
Bioengineering 2 (2012) 6-13.
           
depositionin poultry: A review.
           
Asian-Australasian J Anim Sci.
           
27:1057-1068.
Gusmawati. 2000. Pengaruh lama
           
pemberian eksrak daun katuk
           
(Sauropus androgynus) terhadap
           
performa dan organ dalam serta
           
over feed cost broiler. Skripsi S1.
           
Universitas Bengkulu. Bengkulu.
Hartadi, H.,S. Reksohadiprodjo & A. D.
           
Tilman. 2005. Tabel Komposisi
           
Pakan untuk Indonesia. Gadjah
           
Mada University Press.
           
Yogyakarta.
Ibrahim, S. S., Habiba, R. a., Shatta, A. A.
           
and Embaby, H. E. 2002, Effect of
           
soaking, germination, cooking and
           
fermentation on antinutritional
           
factors in cowpeas. Nahrung, 46:
           
92-95.
Lahay, N. Dan Rinduwati.2007.
          
Meningkatkan nilai nutrisi feses
          
broiler dan feses puyuh dengan
          
teknologi efektivitas
          
mikroorganisme sebagai bahan
          
pakan broiler. Proseding. Seminar
          
nasional Teknologi Peternakan dan
          
Veteriner.
Olagunju, A. I. and B. O. T. Ifesan. 2013.
           
Changes in nutrient and
           
antinutritional contents of sesame
           
seeds during fermentation. JMBFS,
           
2 (6): 2407-2410.
Olaniyi, L. O. and S. Mehhizadeh. 2013.
           
Effect of traditional fermentation as
           
a pretreatment to decrease the
           
antinutritional properties of
           
rambutan seed (Nephelium
           
lappaceum l.). International
           
conference on food and agricultural
           
sciences IPCBEE vol.55 (2013) ©
           
(2013) IACSIT Press, Singapore
           
DOI:10.7763/IPCBEE.2013. V55.
           
13.
Putra, A., S. 2012.Effects of dietary katuk
            (Sauropus androgynus L. Merr.) on
            growth, non-specific immune and
            diseases resistance against Vibrio
            alginolyticus infection in grouper
            Epinephelus coioides Departemen
            Budidaya epartment of
            Aquaculture, College of
            Agriculture, National Pingtung
            University of Science and
            Technology, Pingtung 91201,
            Taiwan, ROC.
Santoso, U. 1999. Mengenal daun katuk
            sebagai feed additive pada broiler.
            Poultry Indonesia, 242: 59-60.
Santoso. U. 2001. Effect of Sauropus
           
androgynus extrak on the carcass
            q
uality of broiler chicks. Buletin
           
Ilmu Peternakan dan Perikanan.
           
7:22-28.
Santoso, U. and Sartini. 2001. Reduction of
           
fat accumulation in broiler
           
chickens by Sauropus androgynus
           
(katuk) leaf meal supplementation.
           
Asian-Aust. J. anim. Sci. 14: 346-
           
350.
Santoso, U., J. Setianto, dan T. Suteky.
          
2005. Effect of Sauropus
          
androgynus (katuk) extrack on egg
          
production and lipid metabolism in
          
layers.. Asian-Aust. J. Anim. Sci.
          
18: 364.
Santoso, H. B. 2008.  Ragam  dan  Khasiat 
          
Tanaman  Obat, Agromedia
          
Pustaka, Cetakan I. Jakarta.
Santoso, U. 2009. Manfaat daun katuk bagi
           
kesehatan manusia dan
           
produktivitas ternak
. www.uripsan
            toso.wordpress.com. Tanggal
           
Akses : Rabu 5 Oktober 2016.
Santoso, U. 2014. Katuk, Tumbuhan Multi
          
Khasiat. Cetakan ke-1. Badan
          
Penerbitan Fakultas Pertanian
           Universitas Bengkulu
. Bengkulu.
Santoso, U., Y. Fenita and Kususiyah,
           
2015. The effect of fermented
           
Sauropus androgynus leaves on
           
performance, fat deposition and
           
carcass quality in broiler chicken.
            International seminar on promoting

           
local resources for food and health,
           
October 12-13, 2015, Bengkulu
           
University, Bengkulu, Indonesia.
Shu, S. J., L. Baining, T. Pingfang, L.
           
Qiang,  Z. Youxi dan G. Xizhen.
           
2010. Effect of microbial
           
fermentation on the extraction of
           
alkaloids from radix aconite and
           
aconite. Journasl of Beijing
           
University of Chemical
           
Technology (Natural Science
           
Edition). 2010-3. (http://en.cnki.
           
com.
). Diakses pada tanggal 10
           
April 2016 jam 22.00 WIB.
Sukaryana, Y., U. Atmomarsono, V. D.
           
Yunianto, dan E. Supriyatna. 2014.
           
Peningkatan nilai kecernaan
           
protein kasar dan lemak kasar
           
produk fermentasi campuran
           
bungkil inti sawit dan dedak padi
           
pada broiler. JITP, 1 (3): 167-172.
Susi. 2012. Komposisi kimia dan asam
            amino pada tempe kacang Nagara
            (Vigna unguiculata ssp.
           
cylindrica). Agroscientiae 19 (1):
            28 – 36.
Zulfanita., R. Eny dan D.P. Utami. 2011.
           
Pembatasan ransum berpengaruh
           
terhadap pertambahan bobot badan
           
ayam broiler pada periode
           
pertumbuhan. Jurnal Ilmu ilmu
           
Pertanian. Vol. 7 (1) : 59-67