Pegaruh Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskuluar Glomus spp. Pada Pertumbuhan Alfalfa dalam Tanah dengan Tembaga
Tanah yang terdapat pada pusat penambangan memiliki kadar logam berat (HM) yang tinggi terutama Cu. Kadar logam berat pada tanah dapat mencapai tingkat yang menyebabkan fitotoksisitas dan gangguan fungsional terhadap komponen lingkungan lainnya. Logam berat di tanah tidak dapat mengalami biodegradasi sehingga pembersihan kontaminan menjadi pekerjaan yang berat dan mahal. Pembersihan polutan dengan cara konvensional memerlukan biaya yang mahal, sehingga perlu dikembangkan alternatif lain yang lebih ekonomis.
Penerapan pertanian berwawasan lingkungan dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan dapat dilakukan menggunakan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA). FMA merupakan asosiasi simbiotik antara fungi dengan akar tanaman yang membentuk jalinan interaksi yang kompleks. FMA berperan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia tanah, meningkatkan serapan hara, memacu pertumbuhan akar tanaman dari hormon tumbuhan yang dihasilkan, meningkatkan ketahanan tanaman dari kekeringan, melindungi akar dari serangan pathogen, melindungi tanaman dari keracunan logam berat, dan melepaskan fosfat yang terfiksasi (Prasetya, 2011). setiadi (2003) menyatakan bahwa, mikoriza berperan penting dalam meningkatkan toleransi tanaman terhadap unsur logam beracun dan terhadap kondisi kekeringan/kurang air.
Telah ditemukan bahwa beberapa tanaman yang terkait dengan jamur mikoriza arbuskula (FMA) meningkatkan pertumbuhan dan toleransi terhadap HM di tanah. Simbiosis ini merupakan sumber biologis untuk pemulihan tanah yang terdegradasi. Namun, efek FMA terhadap toleransi dan akumulasi HM pada tanaman bergantung pada jenis FMA, jenis tanaman inang, jenis HM, sifat fisik dan kimia, dan kondisi lingkungan (Jankong and Visoottiviseth, 2008). De Gregori et al., (2000) telah melakukan riset menggunakan alfalfa dari lembah Puchuncaví dan Catemu, Valparaíso Region, Chile. Hasilnya menunjukkan bahwa bila kadar Cu di tanah lebih tinggi, kapasitas alfalfa untuk menumpuk Cu lebih besar. Peralta et al., (2004) menyatakan bahwa alfalfa memiliki kapasitas untuk tumbuh di tempat yang terkontaminasi Cu. Berdasarkan hal tersebut, tanaman alfalfa layak digunakan untuk memulihkan tanah dengan konsentrasi Cu yang tinggi.
Tujuan dari penelitian Novoa et al., (2010) adalah untuk mengetahui pengaruh inokulasi jamur mikoriza arbuskula (Glomus spp.) Terhadap pertumbuhan alfalfa di tanah pertanian dengan konsentrasi Cu yang berbeda – beda dan untuk pemulihan tanah yang terdegradasi.
Akumulasi Tembaga di dalam Alfalfa
Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada Tabel 3 diperoleh data konsentrasi tembaga pada jaringan aerial alfalfa berkisar antara 20-100 mg/kg, hal ini sesuai dengan konsentrasi berlebih atau beracun pada tanaman pertanian (Adriano 2001). Klorosis pada daun tanaman alfalfa dibudidayakan di dalam tanah dengan konsentrasi tembaga yang tinggi setelah 25 hari masa pertumbuhan. Klorosis berlanjut hingga tanaman dipanen tanpa membunuhnya.

Secara umum tidak ada perbedaan yang signifikan antara akumulasi Tembaga pada tanaman alfalfa yang diinokulasi dengan Glomus spp. dan yang tidak diinokulasi. Kecuali pada tanaman yang ditumbuhkan pada tanah dengan konsentrasi Tembaga yang rendah, tanaman alfalfa mengumpulkan Tembaga dengan konsentrasi lebih tinggi pada jaringan akar dibandingkan dengan jaringan aerial. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lins et al. (2006) yang menggunakan tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala) yang diinokulasi dengan AMF Glomus etunicatum.
Akumulasi tembaga pada jaringan aerial dan akar tanaman alfalfa, baik yang diberi perlakuan inokulasi maupun tidak memiliki hubungan langsung dengan konsentrasi total Tembaga dalam tanah (Tabel 3). Terdapat kecenderungan bahwa terjadi akumulasi Tembaga yang lebih tinggi pada jaringan alfalfa saat konsentrasi Tembaga tanah meningkat. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian De Gregori et al. (2000) dimana tanaman alfalfa dari lembah Puchuncavi dan Catemucenderung untuk mengumpulkan Tembaga dalam jumlah yang besar ke dalam jaringan saat jumlah Tembaga tanah meningkat. Wang et al. 2007 melaporkan bahwa jagung yang diinokulasi dengan FMA Acaulospora mellea, memiliki konsentrasi Tembaga yang tinggi ketika level Tembaga dalam tanah meningkat.
Faktor Biokonsenstrasi (BF) dan translokasi (TF) (Tabel 3) cenderung menurun ketika konsentrasi Tembaga pada tanah meningkat. Alfalfa yang dibudidaya dalam tanah dengan kosentrasi tembaga paling rendah menunjukkan nilai BF dan TF yang lebih tinggi, sedangkan alfalfa yang dibudidaya dalam tanah dengan kosentrasi tembaga tertinggimenghasilkan nilai BF dan TF yang lebih rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh yang menguntungkan pada kolonisasi mikoriza di bawah kondisi HM yang berlebihan dimana FMA bertindak sebagaipenghalang pelindung yang membatasi pemindahan logam tanah ke tanamandan translokasi logam berikutnya dari akar ke jaringan aerial (Wang et al. 2007; Jankong and Visoottiviseth 2008).
Pertumbuhan Alfalfa
Tabel 2. Perbandingan jamur mikoriza arbuskular yang diinokulasi dan perlakuan yang tidak diinokulasi untuk parameter pertumbuhan tanaman alfalfa: tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, tunas dan bahan kering akar setelah 81 hari pertumbuhan pada tanah dengan meningkatnya konsentrasi Cu.

Alfalfa merupakan tanaman leguminosa yang mempunyai kandungan protein yang tinggi sekitar 19-23%, nilai kecernaan mencapai 71-80% ( Phillips et al. 2003), dan pH minimum yaitu 6,2 (Skerman, 1977). Pada percobaan yang menggunakan jamur mikoriza arbuskular baik yang diinokulasi maupun yang tidak diinokulasi menggunakan tanaman alfalfa setelah 81 hari dengan meningkatkan konsentrasi Cu, terjadi perbedaan pada setiap parameter yang diamati. Konsentrasi Cu yang diberikan pada tanaman alfalfa yaitu 53,8 mg kg-1, 96,4 mg kg-1, 128 mg kg-1, dan 620 mg kg-1. Pada konsentrasi Cu tertinggi secara signifikan lebih rendah (p ≤0,05) dibandingkan pertumbuhan dengan konsentrasi Cu yang lebih rendah (dapat dilihat pada tabel 2). Jika dilihat dari tabel 2 maka persentase perbedaan perlakuan pada setiap parameter yaitu tinggi tanaman 24%, diameter batang 11%, jumlah daun 34% semuanya lebih tinggi pada perlakuan yang diinokulasi.
Apabila tanaman alfalfa diberi perlakuan pada tanah dengan konsentrasi Cu yang lebih tinggi maka perbedaan yang terjadi antara perlakuan ini signifikan. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Lins et al. (2006) pada tanaman Leucaenaleucocephala (tanaman lamtoro) mendapatkan hasil yang serupa bila diberi perlakuan dengan konsentrasi Cu yang berbeda. Pada penelitian Lins et al. (2006) mereka menginokulasi tanaman dengan FMA Glomusetunicatum. Jika dilihat dari hasil penelitian ini bahwa semakin tingginya konsentrasi Cu yang diberikan tidak memberikan efek yang baik pada pertumbuhan tanaman alfalfa. Menurut Yu et al. (2007) bahwa jika pemberian P pada media tanam cukup tinggi maka pemberian P tidak efektif. Namun, menurut Agustina (2004) bahwa pemberian P yang diberikan pada bentuk mineral komplek, sehingga lambat untuk tersedia dan sulit diserap oleh tanaman. Selain itu kondisi kelembapan yang tinggi akan menyebabkan tanaman alfalfa menjadi memperlambat pertumbuhan.
Pada parameter biomassa (bobot kering), dilihat dari tabel 2 bahwa perlakuan konstrasi Cu yang diberikan memberikan perbedaan pada biomassa udara dan juga biomassa akar. Dimana pada konsentrasi Cu terendah memiliki biomassa udara dan biomassa akar jauh lebih tinggi (p ≤ 0,05) dibandingkan dengan konsntrasi Cu yang tertinggi (Tabel 2). Dimana perlakuan yang diinokulasi memiliki biomassa udara dan akar lebih tinggi yaitu 23 dan 19% daripada perlakuan yang tidak diinokulasi, namun tidak signifikan (p>0,05). Pada penelitian Citterioet al. (2005) bahwa ditemukan di tanaman Cannabis sativa L. yang diinokulasi dengan AMF Glomusmosswae memiliki hasil yang sama yaitu tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara kedua biomassa tanaman baik yang diinokulasi maupun yang tidak diinokulasi.
DAFTAR PUSTAKA
Adriano, D.C. 2001. Trace elements in terrestrial
environments: Biogeochemistry, bioavailability, and risk of metals. 866 p. 2ª ed. Springer-Verlag, New York, USA.
environments: Biogeochemistry, bioavailability, and risk of metals. 866 p. 2ª ed. Springer-Verlag, New York, USA.
Agustina, L. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. Edisi Revisi. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Citterio, S., N. Prato, P. Fumagalli, R. Aina, N. Massa, A. Santagostino, et al. 2005. The arbuscular mycorrhizal fungus Glomusmosseaeinduces growth and metal accumulation changes in Cannabis sativa L.Chemosphere 59:21-29.
De Gregori, I., G. Lobos, S. Lobos, H. Pinochet, M. Potin, and M. Astruc. 2000. Copper and selenium in rainwater, soils and alfalfa from agricultural ecosystems of Valparaíso Región. Chile. Bol. Soc.
Chil. Quím. 45(1):131-146.
Jankong, P., and P. Visoottiviseth. 2008. Effects of arbuscular mycorrhizal inoculation on plants growing on arsenic contaminated soil. Chemosphere 72:1092-1097.
Lins, C.E.L., U.M.T. Cavalcante, E.V.S.B. Sampaio, A.S. Messias, and L.C. Maia. 2006. Growth of mycorrhized seedlings of Leucaenaleucocephala (Lam.) de Wit. In a copper contaminated soil. Appl. Soil Ecol. 31:181-185.
Peralta, J., G. De la Rosa, J. González, and J. Gardea. 2004. Effects of the growth stage on the heavy metal tolerance of alfalfa plants. Adv. Environ. Res. 8:679-685.
Philips, W. A., S. C. Rao, J. Q. Fitch dan H. S. Maeux. 2003. Digestibility and dry matter intake of diets containing Alfalfa and kenaf. Jurnal.http://jas.fass.org/egi/content/full/80/11/298 9.[6 Agustus 2007].
Prasetya, C. A.B. 2011. Assesment OfThe Effect Of Long Term Tillage On The Arbascular Mycorthiza Colonization Of Vegetable Grop Grown In Andisol. Agrivita 33(1):85-92.
Setiadi. 2003. Arbuscular Mycorhizal Inokulum Production. Program Dan Abstrak Seminar Dan Pameran: Teknologi Produksi Dan Pemanfaatan Inokulasi Endo-Ektomikoriza Untuk Pertanian, Perkebunan Dan Kehutanan. 16 September 2003.
Skerman, P. J. 1977. Tropical Forage Legumes.Food and Agriculture Organization of the United Nations. Italy.
Wang, F., X. Lin, and R. Yin. 2007. Inoculation with arbuscular mycorrhizal fungus Acaulospora mellea decreases Cu phytoextraction by maize from Cucontaminated soil. Pedobiologia 51:99-109.
Yu Jia, XuBingcheng, Li Fengmin and Wang Xiaoling. 2007. Availability and Contributions of soil phosphorus to forage production of seeded alfalfa in semiarid Loess Plateau. Acta EcologicaSinica. 2007, 27(1): 42-47.
No comments:
Post a Comment