Tuesday, July 10, 2018

Pengaruh Pemberian Pakan dengan Sumber Energi yang Berbeda terhadap Performa, Kadar Glukosa Darah, dan Kolesterol Darah pada Domba

Pengaruh Pemberian Pakan dengan Sumber Energi yang Berbeda terhadap Performa, Kadar Glukosa Darah, dan Kolesterol Darah pada Domba





M Inggit Fauzi
D251170121











  


PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN PAKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

                                                                   2017

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Suatu usaha peternakan mempunyai tujuan yaitu untuk meningkatkan konsumsi protein hewani, membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan peternak, dan pelestarian sumber daya alam. Permintaan konsumen terhadap produk hasil ternak yang terus meningkat setiap tahunnya ini memicu untuk mengembangkan usaha peternakan. Domba merupakan salah satu usaha peternakan yang diminati oleh masyarakat yaitu berternak domba. Domba local merupakan salah satu ternak potong yang dapat memberikan sumbangan terhadap kebutuhan protein hewani dari masyarakat. Domba lokal juga memiliki kelebihan yang dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu priode kebuntingan, tahan terhadap beberapa penyakit dan parasit, dan dapat dengan cepat menyesuaikan kondisi iklim setempat (Sumantri et al. 2007)
            Perkembangan dari usaha peternakan domba beberapa tahun ini telah mengalami peningkatan yang pesat. Namun ini tidak ini belum mampu meningkatkan swasembada daging di Indonesia yang masih di bawah standar Internasional. Masyarakat Indonesia hanya mengkonsumsi daging sebanyak 5,005 kg/kapita/tahun (Ditjen Peternakan, 2014). Kekurangan konsumsi tersebut berasal dari produksi daging yang belum meningkat secara stabil dari tahun ke tahun. Sehingga perlu adanya peningkatan populasi ternak secara besar-besaran untuk menangulangi masalah tersebut. Dimana program pemerintah telah banyak dilakukan namun tidak merubah secara signifikan produksi daging di Indonesia. Sehingga dengan usaha peningkatan kualitas domba lokal dapat memenuhi kebutuhan protein hewani. Usaha ternak domba memerlukan teknologi dalam manajemen pengelolaan budidaya yang baik, meliputi pemberian pakan berkualitas tinggi, manajemen kandang yang baik, dan lingkungan yang kondusif. Usaha penggemukan domba semakin berkembang untuk memenuhi permintaan konsumen terhadap daging domba berkualitas. Kombinasi usaha penggemukan dan pembibitan domba harus dikembangkan secara proporsional agar usaha domba tersebut berjalan secara berkelanjutan (Yamin et al. 2012).
Gaplek merupakan suatu bahan pakan yang potensial sebagai bahan pakan ternak sumber energi. Produksi ubi di Indonesia yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan gaplek produksinya setiap tahun selalu mengalami peningkatan yang sangat cepat. Selain itu minyak kelapa sawit dan juga minyak kanola dapat dijadikan opsi sebagai bahan pengganti sumber energi.
Dimana usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan produksi domba tersebut perlu dilakukan suatu percobaan dengan pemberian sumber energi yang berasal dari sumber bahan pakan yang berbeda. Yang harapannya dapat meningkatkan kualitas dan performa dari domba lokal. Sehingga dapat membantu dalam upaya pemenuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia.

Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian pakan dengan sumber energi yang berbeda terhadap Konsumsi energi, kecernaan nutrien khususnya energi, glukosa, kolestrol, dan pertambahan berat badan pada domba.

TINJAUAN PUSTAKA

Domba

            Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu diantaranya berdasarkan perbandingan banyaknya daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal ternak. Ternak domba termasuk dalam kingdom Animalia (hewan), filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mammalia (hewan menyusui), Ordo Artiodactyla (hewan berkuku genap), Family Bovidae (memamah biak), Genus Ovis (domba) Spesies Ovis aries (domba sudah didomestikasi) (Blakely dan Bade, 1994).
            Populasi domba lokal terbesar berada di Pulau Jawa, yang menyebar di Jawa Barat (46%), Jawa Tengah (27%) dan Jawa Timur (18%) (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007). Domba di daerah Jawa Tengah kebanyakan hasil persilangan antara Domba Ekor Gemuk (DEG) dan Domba Ekor Tipis (DET), dengan komposisi darah tidak diketahui pasti. Ciri - ciri domba lokal antara lain muka cembung, telinga pendek dan terletak di belakang tanduk, domba jantan bertanduk, sedangkan domba betina tidak bertanduk, sering terdapat timbunan lemak dipangkal ekor, warna bulu putih, pertumbuhan lambat namun dapat bertahan hidup di tempat yang kering (Rusyad, 1977). Pertambahan bobot badan (PBB) domba lokal yang dipelihara di peternakan rakyat berkisar 30 gram/hari, namun melalui perbaikan teknologi pakan PBB domba lokal mampu mencapai 57-132 g/hari (Prawoto et al. 2001). Menurut Purbowati (2007) bahwa domba yang diberi complete feed (17,35% protein kasar) dalam bentuk pelet 5,6% bobot badan menghasilkan PBB harian 164 gram.

Kebutuhan Nutrisi Domba

            Ternak memerlukan zat-zat nutrien pakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok maupun produksi (Blakely dan Bade, 1998). Ternak membutuhkan zat nutrien seperti air, energi, lemak, protein, mineral dan vitamin (Tillman et al. 1998). Tillman et al. (1998) menyatakan bahwa ternak mendapatkan zat-zat nutrien seperti energi, protein, mineral dan vitamin dari pakan yang terkonsumsi. Pakan merupakan materi yang dapat dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang mampu menyajikan nutrien yang penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukan dan reproduksi (Blakely dan Bade, 1998).
            Kebutuhan nutrien ternak dipengaruhi oleh bangsa atau genetik, bobot badan, tingkat pertumbuhan, umur dan jenis kelamin (Ensminger et al. 1990; Kearl, 1982; Parakkasi, 1999). Parakkasi (1999) menyatakan bahwa sapi pedaging memiliki tingkat heritabilitas kebutuhan nutrien sekitar 0,43-0,76 yaitu induk yang memiliki kebutuhan nutrien tinggi cenderung akan menghasilkan anak dengan kebutuhan nutrien yang tinggi pula. Menurut Kearl (1982) bahwa perbedaan bobot badan dan tingkat pertumbuhan berbeda pula kebutuhan nutriennya. Kebutuhan nutrien untuk domba berbobot badan 10 kg dan 20 kg dapat dilihat pada Tabel 1. Dalam keadaan normal, faktor umur berkaitan erat dengan bobot badan (Parakkasi, 1999).
            Menurut Blakely dan Bade (1998) bahwa pakan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pakan kasar dan pakan konsentrat. Pakan kasar adalah pakan yang mempunyai kandungan serat kasar (SK) tinggi (lebih dari 18%), meliputi hijauan dan limbah pertanian, misalnya rumput-rumputan dan jerami (Yusiati et al. 1982). Konsentrat merupakan pakan yang memiliki kandungan protein atau energi tinggi dengan kandungan serat kasar yang relatif rendah dan mudah dicerna (Bondi, 1987).

Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Domba dengan Bobot Badan 10 kg and 20 kg menurut  Kearl (1982).
BB
PBB
BK
TDN
PK
(kg)
(g/h)
(kg)
(kg)
(g)
10
0
0,33
0,14
26

25
0,36
0,18
30

50
0,39
0,21
35

100
0,42
0,28
43
20
0
0,55
0,24
44

25
0,61
0,30
52

50
0,66
0,36
59

100
0,71
0,47
72
Keterangan : BB = bobot badan; PBB = pertambahan bobot badan; BK = bahan
                       kering; TDN = total digestible nutrients; PK = protein kasar.
Pakan sumber energi
            Energi merupakan salah satu komponen penting dalam pakan untuk pertumbuhan. Ternak untuk hidup pokok, pertumbuhan, gerak otot dan sintesa jaringan baru itu semua membutuhkan energi. Menurut Anggorodi (1990) menyatakan bahwa ternak membutuhkan energi untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan untuk produksi serta kebutuhan reproduksi, kebutuhan ini tergantung dari proses fisiologis ternak. Kebutuhan energi ternak untuk hidup pokok adalah jumlah energi dalam pakan yang harus dikonsumsi setiap hari bukan untuk mendapat ataupun kehilangan energi tubuh, energi tersebut digunakan untuk memelihara dan mempertahankan keutuhan tubuhnya. Kebutuhan untuk produksi dan reproduksi adalah energi di atas kebutuhan hidup pokok yang dimanfaatkan untuk proses-proses produksi dan reproduksi (NRC, 2006). Kekurangan energi merupakan masalah defisiensi nutrisi yang umum terjadi pada domba, yang dapat disebabkan oleh kekurangan pakan atau mengkonsumsi pakan dengan kualitas yang rendah (Ensminger, 1993).
            Sumber energi utama domba adalah dari pastura atau hijauan makanan ternak, hay, dan silase. Bahan pakan sumber energi yang juga biasa digunakan untuk ternak ruminansia berupa biji-bijian, minyak dan umbi-umbian seperti pollard, onggok, dedak, ampas tahu, gaplek, minyak kanola, minyak sawit  dan jagung. Minyak kanola merupakan salah satu jenis minyak nabati terbuat dari biji bunga kanola yang rendah lemak jenuh dan mengandung omega 3. Lemak jenuh yang terdapat dalam minyak kanola sekitar 7% sedangkan lemak tak jenuh sekitar 93% sehingga minyak kanola dapat mengurangi risiko penyakit jantung. Komposisi karotenoid yang terdeteksi pada minyak sawit terdiri dari α-, β-, γ-, karoten dan xantofil. Pada suhu di atas 600C minyak sawit mencair. minyak sawit didominasi oleh asam lemak non-esensial dan hanya mengandung asam lemak esesnsial dalam jumlah kecil (6-9 % LA dan 0,21 % LNA) (Winarno, 1999). Gaplek merupakan bahan pakan sumber energi yang baik, dengan kandungan energi 3300 kcal per kg, protein kasar 3,3%, lemak kasar 5,3%, phospor 0,17%, dan kalsium 0,57% (Tillman et al. 1991).

Pencernaan pada Domba

            Pencernaan adalah suatu proses yang terjadi di dalam saluran pencernaan yaitu memecah bahan pakan menjadi bagian kecil, dari senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana hingga larut dan dapat diabsorpsi lewat dinding saluran pencernaan untuk masuk ke dalam peredaran darah, yang selanjutnya diedarkan keseluruh tubuh (Kamal, 1994).
            Saluran pencernaan ruminansia terdiri dari empat bagian, yaitu rumen, reukulum, omasum dan abomasum. Saluran pencernaan seperti itu merupakan keunggulan karena pakan dapat dicerna sangat baik dan sempurna sehingga nutrient dalam pakan dapat diserap lebih cepat dibandingkan hewan lainnya (Hatmono dan Hastoro, 1997).
            Ternak ruminansia mempunyai empat komponen perut yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum (Siregar, 1994). Rumen merupakan bagian perut yang berfungsi paling depan dengan kapasitas paling besar. Rumen berfungsi sebagai tempat penampungan makanan yang dikonsumsi untuk sementara waktu. Di dalam rumen, proses penghalusan partikel-partikel ransum berlanjut terus. Ransum yang sudah terproses halus didalam rumen akan segera mengalami proses fermentasi. Dalam proses ini terdapat berjuta-juta bakteri dan mikroorganisme bekerja mengolah protein dan juga non-protein nitrogen yang terdapat didalam ransum menjadi asam-asam amino esensial. Adanya rumen dan kegiatan-kegiatan mikroorganisme didalamnya menyebabkan ternak ruminansia mampu mencerna sejumlah besar hijauan maupun pakan kasar lainnya.
            Kapasitas retikulum lebih kecil daripada rumen. Fungi retikulum ini dapat diungkapkan secara jelas, kecuali membantu melewatkan bolus-bolus melalui esophagus dan mengatur penyaluran ransum dari rumen ke omasum dan dari rumen ke esfagus. Omasum adalah bagian perut setelah retikulum yang mempunyai bentuk permukaan berlipat-lipat dengan struktur yang kasar. Bentuk fisik ini dengan gerakan peristaltik berfungsi sebagai penggiling makanan yang melewatinya dan berperan menyerap sebagian besar air (Kartadisastra, 1997).
            Abomasum adalah bagian perut yang terakhir, tempat hasil pencernaan diserap tubuh. Ini merupakan bagian perut ternak ruminansia. Setelah abomasum, proses pencernaan selanjutnya berlangsung didalam usus dengan bantuan beberapa enzim. Di dalam usus, ransum yang semula bereaksi asam diubah menjadi alkali. Ransum yang telah mengalami proses pencernaan yang sempurna akan diserap oleh darah dalam usus dan didistribusikan berupa zat-zat makanan ke seluruh bagain-bagain yang membutuhkan (Siregar, 1994), dan bahan-bahan yang tidak tercerna dikeluarkan dari usus besar melalui anus (Blakely dan Bade, 1994)

Kadar Glukosa dan Kadar Kolesterol

 Glukosa di dalam tubuh ternak berfungsi sebagai sumber energi utama bagi otak dan saraf dan tidak bisa digantikan oleh nutrien lain (Mashudi, 2004). Glukosa adalah nutrien yang sangat cepat untuk dijadikan sumber energi tubuh. Mekanisme homeostatik melalui peran sekresi insulin dan glukagon sebagai hormon regulator sangat membantu dalam menyeimbangkan konsentrasi glukosa darah. Bila glukosa darah turun, dengan disekresikannya glukagon maka akan terjadi mekanisme pelepasan glukosa sel (glikogenolisis) sehingga glukosa darah akan meningkat, dan sebaliknya jika glukosa darah tinggi maka insulin akan disekresikan untuk menyerap glukosa ke dalam sel, akibatnya glukosa darah akan stabil kembali (Cunningham, 2002).
            Kadar kolesterol dalam darah umumnya berasal dari makanan yang dikonsumsi. Semakin banyak konsumsi makanan berlemak akan mengakibatkan peningkatan kadar kolesterol dalam darah. Konsumsi lemak jenuh pakan dapat meningkatkan kadar total kolesterol darah dan LDL darah (Sejrsen et al. 2008). Kadar kolesterol darah dipengaruhi konsumsi BK dan LK pakan yang menyediakan prekursor kolesterol, yaitu Asetil-KoA dari glukosa serta katabolisme asam lemak dan asam amino di mitokondria (Marks dkk., 2000). Kadar normal kolesterol dalam darah domba berkisar 130-200 mg/dl (Weatherby and Ferguson, 2002).

Pertambahan Berat Badan

            Pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi keduanya. Faktor genetik berhubungan dengan kecepatan dan sifat tumbuh yang diwariskan oleh tetuanya dan jenis ternak. Faktor lingkungan diantaranya adalah manajemen dan pakan (Church, 1991).
            Pengukuran berat badan sangat diperlukan untuk dapat mengetahui pertumbuhan dari ternak. Pertambahan bobot badan adalah kemampuan ternak untuk mengubah zat-zat makanan yang terdapat dalam pakan menjadi produk. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu peubah yang dapat digunakan untuk menilai kualitas bahan makanan ternak. Menurut Church dan Pond (1988) Menyatakan bahwa dari data pertumbuhan bobot badan akan diketahui nilai suatu zat makanan dari suatu ternak. Menurut Maynard dan Loosly (1979) kecepatan pertumbuhan tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur dan keseimbangan zat-zat nutrisi dalam pakan, semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi. Pertambahan bobot badan harian domba sekitar 100 g/ekor/hari (NRC, 2006), sedangkan Pertambahan bobot badan harian domba untuk daerah tropis adalah 70 g/ekor/hari (Tomaszewska et al. 1993), dimana hasil penelitian dari Wardhani (2006) pertambahan bobot badan untuk domba lokal Jonggol adalah 47 g/ekor/hari dan hasil penelitian Saputra (2006) pertambahan bobot badan domba lokal Jonggol yang sedang bunting adalah 69 g/ ekor/hari.




MATERI DAN METODE

Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain, kandang metabolik individu, tempat pakan, tempat minum, timbangan pakan, timbangan domba, tempat minum, sapu, serokan, sikat dan bahan lain yang digunakan.
Bahan-bahan yang digunakan antara lain, 4 ekor domba betina dengan berat masing-masing domba 20 kg, konsentrat, air keran, hijauan, gaplek, minyak sawit, dan minyak kanola.  

Metode

            Adapun metode pada praktikum pengaruh pemberian pakan dengan sumber energi yang berbeda terhadap domba sebagai berikut:
a.       Persiapan kandang
            Kandang sebelum praktikum perlu kita persiapkan terlebih dahulu, dimulai dari melakukan renovasi, sanitasi dan sterilisasi kandang. Setelah kandang bersih dan steril maka dilakukan pembersihan tempat air minum dan tempat pakan.
b.      Pemeliharaan Domba
            Praktikum ini menggunakan domba betina berumur kurang lebih 1 tahun. Domba dipelihara selama 1 bulan. Air minum diberikan adlibitum. Pemberian pakan dilakukan 2 tahap yaitu pada pagi hari dan sore hari dengan rasio 50 : 50.
            Praktikum ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Empat ekor domba berumur kurang lebih 1 tahun didistribusikan ke dalam  empat perlakuan. Masing-masing kelompok pelakuan terdiri dari 1 ulangan, dan masing-masing ulangan terdiri dari 1 ekor domba.
            Adapun ke 4 perlakuan itu adalah sebagai berikut :
1.      Domba diberi pakan sebanyak 5.741 g/e/h Hijauan.
2.      Domba diberi pakan sebanyak 3.429 g/e/h hijauan + konsentrat (lacto B 188 g/e/h + 183,9 g/e/h gaplek.
3.      Domba diberi pakan sebanyak  3.429 g/e/h hijauan + konsentrat (Lacto B 188 g/e/h + 60,4 g/e/h minyak sawit
4.      Domba diberikan pakan sebanyak 3.429 g/e/h hijauan + konsentrat (Lacto B 188 g/e/h + 59,7 g/e/h minyak kanola.



Table 2. Komposisi gizi bahan pakan yang digunakan
Bahan
KA(%)
LK(%)
SK(%)
PK(%)
BK(%)
Energi(kcal/kg)

Minyak Kanola
-
-
-
-
-
8840

Minyak sawit
-
-
-
-
-
7200

Konsentrat domba
15
6
14
12
85
2146

Gaplek
-
-
-
-
-
3300

Hijauan
38,32
-
-
-
61,68

-
Bahan pakan (Gram)
P0
P1
P2
P3
Hijauan
5741
3429
3429
3429
Lacto B
-
188
188
188
Gaplek
-
183,9
-
-
Minyak Sawit
-
-
60,4
-
Minyak Kanola
-
-
-
59,7
Komposisi energi
ME, Kcal/kg
528
528
528
528
Keterangan : komposisi bahan pakan selama praktikum
c.       Penanganan dan pengolahan sampel darah
            Penanganan pra-sentrifugasi - langkah kritis pertama dalam proses pengujian laboratorium, setelah mendapatkan sampel, dipelihara dengan mengikuti beberapa proses penanganan dasar:
1.         Mengisi tabung ke volume menarik yang disebutkan untuk memastikan rasio aditif terhadap darah. Biarkan tabung mengisi sampai vakum habis dan aliran darah berhenti.
2.         Tabung vacutainer harus disimpan pada suhu 4-250C (39-770F).
3.         Tabung tidak boleh digunakan melebihi tanggal kedaluwarsa yang ditentukan.
4.         Mencampurkan semua penghalang gel dan tabung aditif dengan inversi perlahan 5 sampai 10 kali segera setelah tertarik. Ini membantu dalam proses pembekuan. Ini juga menjamin pencampuran homogen aditif dengan darah di semua jenis tabung aditif.
5.         Tabung pemisah serum harus menggumpal seluruhnya selama 30 menit dalam posisi vertikal sebelum sentrifugasi. Waktu pembekuan singkat bisa mengakibatkan pembentukan fibrin. Waktu pembekuan singkat dapat menyebabkan pembentukan fibrin, yang dapat mengganggu pembentukan gel yang sempurna.

d.      Penimbangan domba
            Penimbangan domba dilakukan pagi hari sebelum domba diberi makan yaitu pada awal masuk kandang untuk mengetahui bobot awal. Penimbangan berikutnya dilakukan pada minggu kedua dan pada akhir praktikum untuk mengetahui pertambahan bobot badan harian/average daily gain (ADG) domba. Perhitungan ADG yaitu bobot awal dikurangi bobot akhir dibagi lama pemeliharaan.

e.       Koleksi feses
            Periode koleksi feses berlangsung selama 3 hari. Dalam periode ini pengambilan data sudah dimulai.  Periode koleksi, pengumpulan data dimulai dengan kegiatan sebagai berikut :
1.    Sebelum koleksi dimulai peralatan seperti kandang, tempat pakan, tempat feses dibersihkan.
2.    Ternak sudah diketahui berat badannya untuk perkiraan pakan yang dibutuhkan. Disamping itu untuk mengetahui kenaikan atau penurunan berat badan ternak yang diuji (berkaitan dengan pengaruh pemberian pakan terhadap performa ternak).
3.    Koleksi feses dilakukan pada pagi hari dan sore hari sebelum ternak diberi pakan serta ditimbang beratnya.
4.    Periode koleksi berlangsung selama 3 hari, tergantung kebutuhan dan keadaan. Pemberian pakan sesuai perlakuan dan minum diberikan adlibitum.
            Cara sampling feses dan urine sebagai berikut. Feses yang tertampung ditimbang lalu di mixer agar homogen dan diambil sekitar 100 gram lalu dijemur selama 2 hari. Selanjutnya dimasukan dalam freezer untuk mengetahui BK feses.
f.       Prosedur analisis bahan kering
1.      Cawan porseling yang bersih dimasukkan ke dalam oven dan pada suhu 1050 C selama 24 jam kemudian didinginkan kedalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (a gram).
2.      Sampel sebanyak ± 1 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin dan ditimbang bersama-sama (b gram).
3.      Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105o C selama 24 jam dan setelah kering didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali (c gram)
Hasil pengamatan dihitung berdasarkan rumus berikut :

Kadar air :  x 100 %

Kadar Bahan Kering = 100% - Kadar Air
Keterangan :    a = berat cawan kosong (gram)
b = berat cawan + sampel sebelum dioven (gram)
c = berat cawan + sampel setelah dioven (gram)



HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

            Berikut adalah data hasil konsumsi bahan kering terhadap berbagai sumber bahan pakan.
Tabel 4. BK Pakan perlakuan (%).
Komposisi
Perlakuan (%)
P0
P1
P2
P3
BK
61,68
83,94
85,70
85,76
Keterangan : P0 (Domba diberi pakan sebanyak 5.741 g/e/h Hijauan), P1
                        (Domba diberi pakan sebanyak 3.429 g/e/h hijauan + konsentrat
                        (lacto B 188 g/e/h + 183,9 g/e/h gaplek), P2 (Domba diberi pakan
                        sebanyak  3.429 g/e/h hijauan + konsentrat (Lacto B 188 g/e/h +
                        60,4 g/e/h minyak sawit),  P3 (Domba diberikan pakan sebanyak
                        3.429 g/e/h hijauan + konsentrat (Lacto B 188 g/e/h + 59,7 g/e/h
                        minyak kanola).

Berikut adalah data hasil kecernaan nutrien khususnya energi.
Tabel 5. Kecernaan nutrient khususnya energi (per 100 gram feses)
Hari
Perlakuan (gram)
P0
P1
P2
P3
Kecernaan BK ke-28
73,51
69,07
82,54
77,79
Kecernaan BK ke-29
79,35
79,14
89,18
85,52
Kecernaan BK ke-30
76,88
74,68
85,52
72,76
Keterangan : P0 (Domba diberi pakan sebanyak 5.741 g/e/h Hijauan), P1
                        (Domba diberi pakan sebanyak 3.429 g/e/h hijauan + konsentrat
                        (lacto B 188 g/e/h + 183,9 g/e/h gaplek), P2 (Domba diberi pakan
                        sebanyak  3.429 g/e/h hijauan + konsentrat (Lacto B 188 g/e/h +
                        60,4 g/e/h minyak sawit),  P3 (Domba diberikan pakan sebanyak
                        3.429 g/e/h hijauan + konsentrat (Lacto B 188 g/e/h + 59,7 g/e/h
                        minyak kanola).




Berikut adalah data hasil glukosa dan kolestrol dalam darah.
Tabel 6. Glukosa dan kolestrol (mg/dL)
Peubah
Perlakuan
P0
P1
P2
P3
Glukosa (mg/dL)
57
49
51
49
Kolesterol (mg/dL)
178
294
317
267
Keterangan :    P0 (Domba diberi pakan sebanyak 5.741 g/e/h Hijauan), P1
                        (Domba diberi pakan sebanyak 3.429 g/e/h hijauan + konsentrat
                        (lacto B 188 g/e/h + 183,9 g/e/h gaplek), P2 (Domba diberi pakan
                        sebanyak  3.429 g/e/h hijauan + konsentrat (Lacto B 188 g/e/h +
                        60,4 g/e/h minyak sawit),  P3 (Domba diberikan pakan sebanyak
                        3.429 g/e/h hijauan + konsentrat (Lacto B 188 g/e/h + 59,7 g/e/h
                        minyak kanola).

Berikut adalah data hasil pertambahan berat badan.
Tabel 7. Pertambahan Berat badan (Kg)
Minggu
Perlakuan (kg/ekor)
P0
P1
P2
P3
M-0
20
20
20
20
M-2
21
21
20
21
M-4
21
23
19
22
 Keterangan : P0 (Domba diberi pakan sebanyak 5.741 g/e/h Hijauan), P1
                        (Domba diberi pakan sebanyak 3.429 g/e/h hijauan + konsentrat
                        (lacto B 188 g/e/h + 183,9 g/e/h gaplek), P2 (Domba diberi pakan
                        sebanyak  3.429 g/e/h hijauan + konsentrat (Lacto B 188 g/e/h +
                        60,4 g/e/h minyak sawit),  P3 (Domba diberikan pakan sebanyak
                        3.429 g/e/h hijauan + konsentrat (Lacto B 188 g/e/h + 59,7 g/e/h
                        minyak kanola).

Pembahasan

Konsumsi BK pakan
            Berdasarkan tabel 4 dapat kita ketahui bahwa konsumsi BK pakan terendah terdapat pada P0. Hal ini bisa terjadi karena tingginya kandungan serat kasar yang menyebabkan kandungan BK pada P0 rendah. Sedangkan pada perlakuan P1, P2 dan P3 mengandung BK yang tinggi ini dikarenakan kandungan dari pakan tersebut rendah serat. Kandungan BK dan kemampuan ternak dalam menampung pakan di rumen dapat mempengaruhi konsumsi pakan ternak domba tersebut. Menurut Trinugraha (1998) bahwa volume rumen dapat membatasi konsumsi pakan. Ketika bahan pakan yg mengandung BK rendah maka kecernaan pada pakannya pun akan menurun pula. Maka seharusnya pada perlakuan P0 akan terjadi pertambahan bobot badan yang sedikit dibandingkan perlakuan yang lainnya. Dan konsumsi Bahan kering tertinggi yaitu pada perlakuan pemberian pakan dari tambahan minyak canola. Dimana tingkat konsumsi BK juga dapat dipengaruhi oleh konsumsi ternak terdapat pakan yg sumber energi yang baik.
Kecernaan nutrien khususnya energi
Data pada tabel 5 bahwa kecernaan BK terendah yaitu pada perlakuan P1 dan yang paling tertinggi yaitu pada perlakuan P2. Dimana kecernaan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Rendahnya kandungan NDF yang rendah pada pakan akan menyebabkan laju pengosongan saluran pencernaan pun akan menjadi lambat. Bila dilihat pada tabel 5 bahwa  kecernaan yang tertinggi yaitu pada P2 dan akan berefek dengan pertambahan berat badan pada ternak tersebut akan mengalami peningkatan yang paling tinggi namun ini bertolak belakang dengan hasil tersebut. Ini bisa terjadi diduga karena rendahnya ternak dalam konsumsi pakan menyebabkan nutrisi yang masuk pun akan sedikit karena kurangnya nafsu makan. Namun pada perlakuan P1 kecernaan BK ternak lebih rendah namun ternak mengkonsumsi pakan lebih banyak dibandingkan dengan domba yang lainnya sehingga nutrisi yang masuk ke dalam tubuh tenak pun akan banyak pula dan akan meningkatkan pertambahan bobot badan yang sesuai dengan yang di konsumsi oleh ternaknya. Menurut Siregar (1994) bahwa kercernaan pada ternak ruminansia juga dapat dipengaruhi oleh aktivitas dari mikroba rumen.
Kadar glukosa dan kadar kolestrol dalam darah
Dilihat pada tabel 6 dapat kita ketahui bahwa kandungan glukosa tertinggi yaitu pada P0 yaitu perlakuan control 100% rumput. Keseimbangan dari kadar glukosa dalam darah dapat ditentukan dari masukkan pakan ke dalam ternak. Masuknya glukosa didalam darah menyebabkan kadar glukosa dalam darah pun akan meningkat. Diduga bahwa pada ternak P0 dengan kadar glukosa darah sebanyak 57 mg/dL sebelum dilakukan pengkoleksian sample darah, terjadi aktivitas konsumsi pakan yang tinggi yang dapat menyebabkan tingginya kadar glukosa dalam darah. Selain itu kandungan serat dari rumput yang dapat terfentasi oleh rumen yang akan menghasilkan propionate yang dapat berperan sebagai prekursor pembentukan glukosa baru melalui jalur gluconeogenesis (Murray et al. 2003). Pada perlakuan P0 merupakan kadar gula yang mendekati normal yaitu 58 mg/dL. Dengan tingginya glukosa di dalam darah sehingga glukosa di dalam darah akan diubah menjadi ATP melalui proses Asetil Co enzim A. Glukosa di dalam darah akan terbakar menjadi CO2, H2O serta energi yang digunakan untuk metabolisme, sehingga untuk menjaga keseimbangan metabolisme maka kadar glukosa normal harus dipertahankan. Menurut Mashudi (2004) bahwa kebutuhan energi ternak berfungsi untuk memenuhi kebutuhan energi dari aktivitas ternak, syaraf dan otak. Sedangkan pada perlakuan P1 dan P3 yang mengandung glukosa dalam darah sebanyak 49 mg/dL maka produksi ATP atau energi yang akan digunakan untuk aktivitas dari ternak pun akan berkurang dibandingkan dengan perlakuan P0.
            Dari tabel 6 bahwa kadar kolesterol tertinggi yaitu pada P2 diikuti dengan P1, P3 dan P0. Dimana pada perlakuan P2, P1 dan P3 kandungan kolestrol pada darah melebihi batas normal. Menurut Weatherby and Ferguson (2002) bahwa kandungan normal kolestrol normal pada darah yaitu 130-200 mg/dL. Sehingga ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya. Kadar kolestrol dipengaruhi oleh komsumsi dari BK dan LK pakan yang merupakan prekursor dari kolesterol.
Pertambahan Berat Badan
            Menurut tabel 7 dapat kita ketahui bahwa pertambahan bobot badan pada domba tidak adanya perbedaan yang signifikan. Menurut Church dan Pond (1988) bahwa peningkatan bobot badan dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti spesies, jenis kelamin, dan umur. Pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada perlakuan P1 dan bobot badan terendah yaitu pada P2 bahkan terjadi penurunan dari berat badan awal. Perbedaan pertambahan berat badan dapat terjadi diduga dari kandungan nutrisi yang diberikan pada domba.pada perlakuan P2 terjadi penurunan diduga karena pengaruh pemberian minyak sawit yang kurang efektik untuk domba. Menurut Widyawati et al. (2010) bahwa kandungan asam lemak tak jenuh  berasal dari tumbuhan akan menyebabkan pertambahan berat badan yang kurang efektif. Pada P3 mengalami penurunan berat badan juga di akibatkan kurangnya nafsu makan pada ternaknya sehingga jumlah pakan yang dikonsumsi pun lebih sedikit dibandingkan domba yang lainnya sehingga performanya mengalami penurunan.
           

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan kami dapat menyimpulkan bahwa walaupun tingkat kecernaan pada BK pakan tinggi namun tidak selau menghasilkan bobot badan yang tinggi pula karena terdapat faktor lain yang dapat memperngarui hal itu yaitu konsumsi pakan yang rendah atau nafsu makan dari ternak itu sendiri. Untuk data glukosa pada praktikum ini masih tergolong normal. Namun untuk kolestrol terdapat kadar yang melebihi batas normal sehingga akan memberikan dampak yang negative pada ternak bila tidak di tangulangi secara berkepanjangan.
Saran
            Saran untuk praktikum selanjutnya agar lebih diperhatikan lebih spesifik lagi kandungan komposisi pakan sehingga tidak terjadi efek negative terhadap produktivitas dari ternak. Dan lebih intensif lagi dari segi pemeliharaan dilapangan dan analisis di laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta.
Blakely, J. & D. H. Bade, 1994. Ilmu Peternakan. Edisi Ke-4. Gadjah Mada
            University Press, Yogyakarta.
Blakely, J. dan D.H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi keempat, Gadjah Mada
            University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh B. Srigandono).
Bondi, A. A. 1987. Animal Nutrition. First publishing. John Wiley and Sons,
            Chichester.
Cunningham, J.G., 2002. Veterinary fisiologi. 3 rd edition. Philadelphia,
            Pennsylvania : Saunders Company. pp 360-380
Church, D. C & W. G. Pond. 1988. Basic Animal and Feeding. John Willey and
            Son. New York, Singapore.
Church, D. C. 1991. Digestive Physiologi and Nutrition of Ruminants. Oregon
            State University Press, Carvallis, Oregon.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Statistika Peternakan 2007. Direktorat
            Jenderal Peternakan Departemen Pertanian RI, Jakarta.
Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan. 2014. Statistik Peternakan.
            Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian,
            Jakarta.
Ensminger, M. E., J. E. Oldfield dan W. W. Heinemann. 1990. Feed and
            Nutrition. Edisi ke-2. The Ensminger Publishing Company, Clovis.
Ensminger, M. L. 1993. Feed and Nutrition 2nd Edition. The Ensminger
            Publishing. Company, California.
Hatmono, H dan Hastoro, I. 1997. Urea Molases Blok Pakan Suplemen Ternak
            Ruminansia. Trubus Agriwijaya. Ungaran.
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.
            Yogyakarta.
Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia.
            Kanisius. Yogyakarta.
Kearl, L. C. 1982. Nutrition Requirements of Ruminants in Developing Countries.
            International Feedstuff Utah Agriculture Experiment Station. 1stEd. Utah
            State university, Logan.
Marks, D. B., A. D. Marks, dan C. M. Smith. 2000. Biokimia kedokteran dasar
            sebuah pendekatan klinis. EGC. Jakarta.
Maynard, L. A. A & J. K. Loosly. 1979. Animal Nutrition. 4 th. McGrow-Hill
            Book Company, Inc. New york.
Murray, R. K., D. K. Granner, P. A. Mayes dan V. W. Rodwell. 2003. Biokimia
            Harper. Edisi 25. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. (Alih Bahasa:
            Hartono, A., Editor: Bani, A. P dan T. M. N. Sikumbang).
National Research Council. 2006. Nutrient Requirement of Sheep. National
            Academy Press, Washington.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas
            Indonesia Press, Jakarta.
Prawoto, J. A., C. M. S. Lestari, dan E. Purbowati. 2001. Keragaan dan kinerja
            produksi domba lokal jantan yang dipelihara intensif dengan
            memanfaatkan ampas tahu sebagai pakan campuran. Abstrak Hasil-Hasil
            Penelitian Tahun 1998/1999. Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro.
            Semarang. Hal 68-70.
Purbowati, E. 2007. Kajian Perlemakan Karkas Domba Lokal dengan Pakan
            Komplit dari Jerami Padi dan Konsentrat pada Bobot Potong yang
            Berbeda. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada,
            Yogyakarta.
Rusyad, A., 1977. Sheep breeds of Indonesia. Report for FAO/UNEP Project
            “Conservation of Animal Genetic Resources”. pp: 10.
Saputra, Y. 2006. Penampilan produksi anak domba selama periode prasapih di
            UP3 Jonggol. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sejrsen, K., T. Hvelplund, and M. O. Nielsen. 2008. Ruminant physiology.
            Wageningen Academic Publishers, Netherland.
Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sumantri C, Einstiana A, Salamena JF, InounuI. 2007. Keragaman dan hubungan
            phylogenik antar domba lokal di Indonesia melalui pendekatan analisis
            morfologi.Ilmu Ternak dan Veteriner 12: 42-54.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo Dan S.
            Lebdosukojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Ke-5. Gadjah
            Mada University Press,Yogyakarta.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S.
            Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Edisi ke-5. Gadjah
            Mada University Press, Yogyakarta.
Tomaszewska, M. W., I. M. Manika, A. Djajanegara, S. Gardiner & T.R
            Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas
            Maret University Press, Surakarta.
Trinugraha C, 1998. Kecernaan In Vivo Rumput Raja Sebagai Pakan Tunggal
            Pada Sapi Peranakan Friesian Holstein Dan Kerbau Lumpur. Skripsi.
            Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Yamin M, Rahayu S, Komariah, Iswahyudi M, Rachman R. 2012. Identification
            of morphometry and carcass composition of local sheep at different
            growth rate. J Animal Science and Technology 35(1): 49-53.
Yusiati, L. M., A. Wibowo, C. Anwar dan Djoemantoro. 1982. Memperkirakan
            daya cerna bahan makan berserat kasar tinggi pada ruminansia
            berdasarkan persentase kelarutan dalam larutan dimetil sulfoksida
            formaldehida. Proceeding Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar.
            Departemen Pertanian, Bogor, 6-9 Desember 1982. Hal 3-6.
Wardhani, D. K. 2006. Performans Domba Lokal yang digembalakan di padang
            rumput Brachiaria Humidicola UP3 Jonggol dengan penambahan dedak
            padi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Weatherby, D. And S. Ferguson. 2002. Blood chemistry and CBC analysis
            clinical laboratory testing from a functional perspective. Bear mountain
            publishing, United State of America.
Widyawati, S. D., W. P. S. Suprayogi dan J, Riyanto. 2010. Suplementasi Asam
            Lemak Tak Jenuh (Poly Unsaturated Fatty Acid/PUFA) berbasis Minyak
            Kelapa Sawit dan Minyak Ikan Lemuru Terproteksi dalam Ransum
            ditinjau dari Performan Produksi dan Kualitas Daging Domba. Laporan
            Hasil Penelitian IPTEK. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
            Surakarta.
Winarno FG. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia. 253 hlm.

Winarno FG. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Bogor: Pusat
            Pengembangan Teknologi Pangan IPB. 202 hlm.

No comments:

Post a Comment