Tuesday, July 10, 2018

SISTEM PRODUKSI TUMBUHAN PAKAN

TUGAS KULIAH
SISTEM PRODUKSI TUMBUHAN PAKAN


Tanggal : 08 Januari 2018                   Dosen : Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS, MS










Review Jurnal Endomikoriza: Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskuluar Glomus spp. terhadap Akumulasi Logam Berat dan Pertumbuhan Alfalfa pada Tanah yang Tercemar Tembaga




Oleh :

                            Jannaatin Al Faafa                         D251170331
                            M Inggit Fauzi                               D251170121   
                            Mohammad Miftakhus Sholikin    D251170328
                            Okni Winda Artanti                       D251170091
                           
                           












SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
PENDAHULUAN


            Tanah yang terdapat pada pusat pertambangan memiliki kadar logam berat  yang tinggi terutama Cu. Kadar logam berat pada tanah dapat mencapai tingkat yang menyebabkan fitotoksisitas dan gangguan fungsional terhadap komponen lingkungan. Logam berat di tanah tidak dapat mengalami biodegradasi sehingga pembersihan kontaminan menjadi pekerjaan yang berat dan mahal. Pembersihan polutan dengan cara konvensional memerlukan biaya yang mahal, sehingga perlu dikembangkan alternatif lain yang lebih ekonomis.
            Penerapan pertanian berwawasan lingkungan dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan dapat dilakukan menggunakan fungi mikoriza arbuskular (FMA). FMA merupakan asosiasi simbiotik antara fungi dengan akar tanaman yang membentuk jalinan interaksi yang kompleks. FMA berperan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan meningkatkan serapan hara tanah, serta memacu pertumbuhan akar tanaman dari hormon tumbuhan yang dihasilkannya, meningkatkan ketahanan tanaman dari kekeringan, melindungi akar dari serangan patogen, melindungi tanaman dari keracunan logam berat, dan melepaskan fosfat yang terfiksasi (Prasetya 2011). Menurut Setiadi (2003), mikoriza berperan penting dalam meningkatkan toleransi tanaman terhadap unsur logam beracun dan terhadap kondisi kekeringan atau kurang air.
            Tanaman yang bersimbiosis dengan FMA meningkat pertumbuhannya dan toleransi terhadap logam berat di tanah. Simbiosis ini merupakan mekanisme biologis untuk pemulihan tanah yang terdegradasi. Namun, efek FMA terhadap toleransi dan akumulasi logam berat pada tanaman bergantung pada jenis FMA, jenis tanaman inang, jenis logam berat, sifat fisik dan kimia tanah, dan kondisi lingkungan (Jankong and Visoottiviseth 2008). De Gregori et al. (2000) telah melakukan riset menggunakan alfalfa dari lembah Puchuncaví dan Catemu, Valparaíso Region, Chile. Hasilnya menunjukkan bahwa kadar Cu di tanah lebih tinggi, kapasitas alfalfa untuk mendeposit Cu lebih besar. Peralta et al. (2004) menyatakan bahwa alfalfa memiliki kapasitas untuk tumbuh di tempat yang terkontaminasi Cu. Berdasarkan hal tersebut, tanaman alfalfa layak digunakan untuk memulihkan tanah dengan konsentrasi Cu yang tinggi.
            Tujuan dari penelitian Novoa et al. (2010) adalah untuk mengetahui pengaruh inokulasi fungi mikoriza arbuskula (Glomus spp.) Terhadap akumulasi logam berat dan pertumbuhan alfalfa di lahan pertanian dengan konsentrasi Cu yang berbeda-beda.


METODE


            Penentuan lokasi dan pengambilan sampel tanah. Pengambilan sampel tanah dilakukan antara bulan Oktober dan November 2007 di dua wilayah pertanian di Valparaíso, Cile. Zona pertama berdekatan dengan lembah Catemu yang terletak di lembah Sungai Aconcagua. Menurut penelitian sebelumnya (De Gregori et al. 2000; 2003), zona ini diduga mengandung emisi partikulat yang Cu dari pabrik smalter tembaga Chagres Foundry (32°48' S 70°57' W), diambil tiga lokasi sampel dengan jarak yang berbeda dari Foundry. Zona kedua berada di lembah Casablanca (33°18' S 71°24' W). Zona ini merupakan daerah yang tidak terkana dampak langsung dari kegiatan pertambangan dan metalurgi Cu. Karakteristik edafik dan iklim yang serupa dengan yang ada di lembah Catemu (De Gregori et al. 2000; 2003).
            Di masing-masing lokasi, diambil sampel 10 kg tanah diperoleh dari kedalaman antara 0 dan 20 cm. Selanjutnya, tanah dipindahkan ke Laboratorium Bioteknologi Lingkungan di Universidad de Valparaíso, selanjutnya sampel disaring dengan mesh 2 mm. Selanjutnya, sampel disterilkan untuk menghindari adanya mikoriza, jamur, dan mikroorganisme lainnya yang bisa mengganggu percobaan dan mengubah pengukuran. Sterilisasi dilakukan dengan autoclave selama 20 menit sebanyak dua kali berturut-turut hari (Sadzawka 1990).

Analisis sifat fisik dan kimia tanah
            Analisis sifat fisik dan kimia sampel tanah dilakukan di Laboratorium Analisis Tanah dari Pontificia Universidad Católica de Valparaíso (Tabel 1). bentuk granula dan tekstur ditentukan dengan metode hidrometer yang disederhanakan menurut Sheldrick dan Wang (1993). Persentase bahan organik (BO) diperoleh dengan metode pembakaran lembab dan konsentrasi kolorimetri kromat yang dikurangi (Sadzawka et al. 2006). Konsentrasi fosfor (P-Olsen) diekstraksi dengan larutan Na 0.5 mol L-1 bikarbonat dengan pH 8.5. Fosfor dalam ekstrak ditentukan dengan metoda kolorimetri, molibdenum biru, dan dengan asam askorbat sebagai reducer (Sadzawka et al. 2006). Selanjutnya pH diukur dengan pH meter digital (model Q-400M2, QUIMIS, Diadema, Sao Paulo, Brasil), dan konduktivitas listrik dengan konduktivitas meter digital (model SC-12, Suntex, Taipei, Taiwan), berdasarkan metodologi yang dijelaskan oleh Jackson (1964).
            Konsentrasi Cu total ditentukan dengan spektrofotometri serapan atom berdasarkan aspirasi langsung pada nyala api, lalu total pelumatan tanah dengan nitrat asam, asam klorida, dan peroksida (Sadzawka et al. 2005). Cu larut ditentukan dengan KNO3 0.1 M larutan sebagai ekstraktor. Konsentrasi Cu yang mudah larut ditentukan dengan spektrofotometri serapan atom (Sadzawka et al. 2005). Ion bebas Cu+2 (pCu+2) Aktivitas dalam ekstrak pasta jenuh (Sadzawka 1990) diukur dengan elektroda selektif ion Cu (Sauvé et al. 1995; Rachou et al. 2007).

Tanaman
            Untuk penelitian ini, alfalfa varietas California 55 direkomendasikan untuk wilayah Chili Tengah oleh ANASAC (Agrícola Nacional S.A.C.). Alfalfa amerupakan mikotropik tanaman legum. Ciri utamanya adalah produksi biomassa yang tinggi, adaptasi terhadap yang cepat terhadap ekologi yang berbeda, dan ketahanan terhadap hama, penyakit, serta unsur toksik (Tovar 2006).

Inokulum fungi mikoriza arbuskular (FMA)
            Inokulum yang digunakan adalah MYCOSYM komersial TRI-TON® dari MYCOSYM International Agriculture Company yang diambil dari pabrik produksi di Málaga, Spanyol dan kantor komersial di Basel, Swiss. Inokulum sesuai dengan spesifikasi granular yang mengandung partikel tanah liat berpori dan akar halus dengan unit infeksi berupa (spora dan hifa) Glomus etunicatum, G. intraradiks, dan G. fasciculatum.

Rancangan percobaan
            Percobaan menggunakan RAL faktorial 4x2 empat sampel tanah dan dua perlakuan inokulasi (diinokulasi AMF dan tidak). Setiap perlakuan memiliki empat unit eksperimen. Tiga puluh dua pot, kapasitas 1 kg digunakan untuk setiap unit percobaan inokulasi, 500 g sampel tanah dan 15 g inokulum ditambahkan, 30 biji alfalfa homogen tersebar di permukaan, lalu ditutup dengan 300 g sampel tanah. Untuk setiap unit percobaan noninokulasi, 500 g masing-masing sampel tanah ditambahkan dan 30 biji alfalfa ditutupi dengan 300 g sampel tanah. Percobaan dilakukan antara bulan Desember 2007 dan Februari 2008. Tanaman tumbuh dalam kondisi rumah kaca di lingkungan suhu (rata-rata 17°C), kelembaban udara 50%, dan fotoperiod 14:10 hari. Tanaman diirigasi setiap 2 hari 22 mL air minum (Ginocchio dan Narváez 2002). Tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daunnya diukur sekali seminggu selama periode percobaan.

Analisis tanaman
            Tanaman Alfalfa dipanen pada 81 hari. Tanaman dicuci dalam asam klorida 0.01 N, akuades, EDTA 0.05 M, dan sekali lagi dengan akuades (Ginocchio et al. 2002). Selanjutnya, berat kering (BK) ditentukan dengan memisahkan antara daun, batang, dan jaringan akar tanaman yang dipanen. Kemudian, ditempatkan di oven pengering (model LDO-150N, Labtech Hebro, Santiago, Chili) pada suhu 60°C selama 48 jam, lalu ditimbang (Ginocchio dan Narváez 2002). Untuk mengetahui kolonisasi mikoriza, fragmen 1 cm akar alfalfa yang dipisahkan, dilarukan dalam KOH 2.5% p/v selama 3 hari, lalu direndam dalam HCl 1% untuk 1 hari untuk menetralkan KOH, dan terakhir diwarnai dengan trypane blue 0.05% p/v (Phillips dan Hayman 1970). Akar yang berwarna didistribusikan secara acak dalam kuadrat cawan petri dan persentase kolonisasi mikoriza dihitung dengan mikroskop stereoskopik (model Stemi DV4, Zeiss, New York, USA) sesuai dengan metode garis (Giovanetti dan Mosse 1980).
            Konsentrasi Cu di alfalfa aerial dan akar jaringan pada perlakuan inokulasi dan tanpa inokulasi mikoriza diukur dengan spektrofotometri serapan atom dengan acetylene berdasarkan aspirasi langsung (model 902, GBC, Melbourne, Australia), sampel tanah dan jaringan tanaman kemudian dipindahkan ke wadah teflon untuk dilarutkan pada asam nitrat, peroksida, dan asam fluorida menurut uraian di (Sadzawka et al. 2007).
            Faktor biokonsentrasi (FB) adalah kemampuan tanaman untuk menangkap dan mengangkut logam dari tanah ke jaringannya. Faktor ini diperoleh dengan membagi total konsentrasi Cu tanaman (aerial dan akar) dengan total konsentrasi Cu tanah (McGrath dan Zhao 2003). Translokasi faktor (TF) adalah kemampuan tanaman untuk mengangkut logam dari akar ke jaringan aerial, diperoleh dengan membagi konsentrasi Cu pada jaringan aerial tanaman dengan konsentrasi Cu pada jaringan akar (Wang et al. 2007).




Tabel 1 Komposisi fisik dan kimia tanah
nd: not determined (tidak terdefinisi). pCu+2 : -log (Cu+2 aktivitas ion bebas).

Analisis statistik
            Peubah yang diamati dianalisis dengan ANOVA jika berbeda nyata dilanjutkan uji perbandingan Tukey dengan probabilitas 5% untuk menentukan perbedaan yang signifikan secara statistik antara inokulasi dan tidak diinokulasi. Untuk menentukan hubungan antar peubah menggunakan pearson linier korelasi pada variabel yang dianalisis dalam tanaman dan konsentrasi Cu tanah. Analisis ini dilakukan menggunakan program statistik Minitab 15 (Minitab, State College, Pennsylvania, AS). Hasil memiliki lebih dari satu replikasi ditunjukkan sebagai mean ± standard deviasi.


HASIL DAN PEMBAHASAN


Kolonisasi FMA
            Nilai pH tanah pada perlakuan inokulasi meningkat secara signifikan (P≤ 0.05)pada saat inokulasi mikoriza (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa pH dapat mempengaruhi kolonisasi mikoriza karena fungi dari genus Glomus banyak ditemukan di tanah dengan pH sama atau lebih besar dari 6.1. Hal ini dapat diamati pada Gambar 1 bahwa inokulum FMA akar alfalfa. Persentase kolonisasi tertinggi (73.6%) berada di dalam tanah dengan konsentrasi Cu tertinggi (620 mg kg-1). Ini menunjukkan Glomus spp. tolerans terhadap konsentrasi Cu hadir di tanah.

Akumulasi Tembaga di dalam Alfalfa
            Berdasarkan Tabel 2 diperoleh data konsentrasi tembaga pada jaringan aerial alfalfa berkisar antara 20-100 mg/kg, hal ini mengindikasikan bahwa konsentrasi Cu berlebih atau beracun pada tanaman pertanian (Adriano 2001). Klorosis pada daun tanaman alfalfa yang dibudidayakan pada tanah dengan konsentrasi Cu yang tinggi setelah 25 hari masa pertumbuhan. Klorosis berlanjut hingga tanaman dipanen tanpa terjadi kematian.



Grafik 1 Persentase kolonisasi mikoriza (mean ± SD) pada akar alfalfa yang diinokulasi untuk berbagai konsentrasi Cu tanah. Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan diantara perlakuan menurut Tukey test (P ≤ 0.05).


            Secara umum tidak ada perbedaan yang signifikan antara akumulasi Cu pada tanaman alfalfa yang diinokulasi dengan Glomus spp. dan yang tidak diinokulasi. Kecuali pada tanaman yang ditumbuhkan pada tanah dengan konsentrasi Cu yang rendah, tanaman alfalfa mendeposit Cu dengan konsentrasi lebih tinggi pada jaringan akar dibandingkan dengan jaringan aerial. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lins et al. (2006) yang menggunakan tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala) yang diinokulasi dengan FMA Glomus etunicatum.
            Akumulasi tembaga pada jaringan aerial dan akar tanaman alfalfa, baik yang diberi perlakuan inokulasi maupun tidak memiliki hubungan langsung dengan konsentrasi total Cu dalam tanah (Tabel 2). Terdapat kecenderungan bahwa terjadi akumulasi Cu yang lebih tinggi pada jaringan alfalfa saat konsentrasi Cu tanah meningkat. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian De Gregori et al. (2000) dimana tanaman alfalfa dari lembah Puchuncavi dan Catemucenderung untuk mendeposit Cu dalam jumlah yang besar ke dalam jaringan saat konsentrasi Cu tanah meningkat. Wang et al. 2007 melaporkan bahwa jagung yang diinokulasi dengan FMA Acaulospora mellea, memiliki konsentrasi Cu yang tinggi ketika konsentrasi Cu dalam tanah meningkat.






Tabel 2 Perbandingan inokulasi dan non-inokulasi FMA dengan perbedaan konsentrasi Cu pada jaringan shoot dan akar alfalfa berdasarkan bahan kering (BK). Korelasi pearson antara konsentrasi Cu di tanah dan Cu di alfalfa.
*p ≤ 0.05; ** p ≤ 0.01. Perbedaan alfalfa yang diinokulasi dan non-inokulasi FMA berdasarkan uji sidik ragam. Rataan ± SD. BF: bioconcentration factor. TF: translocation factor. R: nilai regresi. P:  nilai signifikasi.


            Faktor Biokonsenstrasi (BF) dan translokasi (TF) (Tabel 2) cenderung menurun ketika konsentrasi Cu pada tanah meningkat. Alfalfa yang dibudidaya dalam tanah dengan kosentrasi tembaga paling rendah menunjukkan nilai BF dan TF yang lebih tinggi, sedangkan alfalfa yang dibudidaya dalam tanah dengan kosentrasi tembaga tertinggi menghasilkan nilai BF dan TF yang lebih rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh yang menguntungkan pada kolonisasi mikoriza di bawah kondisi cekaman logam berat yang berlebihan dimana FMA bertindak sebagai penghalang dan pelindung yang membatasi pemindahan logam tanah ke tanaman dan translokasi logam berikutnya dari akar ke jaringan aerial (Wang et al. 2007; Jankong and Visoottiviseth 2008).

Pertumbuhan Alfalfa
            Perbandingan fungi mikoriza arbuskular yang diinokulasi dan perlakuan yang tidak diinokulasi untuk peubah pertumbuhan tanaman alfalfa antara lain tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, tunas, dan bahan kering akar setelah 81 hari pertumbuhan pada tanah tinggi konsentrasi Cu disajikan pada Tabel 3.
            Alfalfa merupakan tanaman leguminosa yang mempunyai kandungan protein yang tinggi sekitar 19-23%, nilai kecernaan mencapai 71-80% (Phillips et al. 2003), dan pH minimum yaitu 6.2 (Skerman 1977). Pada penelitian yang menggunakan fungi mikoriza arbuskular baik yang diinokulasi maupun yang tidak diinokulasi menggunakan tanaman alfalfa setelah 81 hari dengan meningkatkan konsentrasi Cu, terjadi perbedaan pada setiap peubah yang diamati. Konsentrasi Cu pada tanaman alfalfa yaitu 53.8 mg kg-1, 96.4 mg kg-1, 128 mg kg-1, dan 620 mg kg-1.  Pada konsentrasi Cu tertinggi secara signifikan lebih rendah (P≤0.05) dibandingkan pertumbuhan dengan konsentrasi Cu yang lebih rendah (dapat dilihat pada Tabel 3). Jika dilihat dari Tabel 3 maka persentase perbedaan perlakuan pada setiap peubahu tinggi tanaman 24%, diameter batang 11%, jumlah daun 34% semuanya lebih tinggi pada perlakuan yang diinokulasi.
Tabel 3 Perbandingan alfalfa yang diinokulasi dan non-inokulasi FMA peubah pertumbuhan tanaman alfalfa tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, tunas, dan akar setelah 81 hari pada tanah tinggi konsentrasi Cu
*p ≤ 0.05; ** p ≤ 0.01. Perbedaan alfalfa yang diinokulasi dan non-inokulasi FMA berdasarkan uji sidik ragam. Rataan ± SD.
            Apabila tanaman alfalfa diberi perlakuan tanah dengan konsentrasi Cu yang lebih tinggi maka perbedaan yang terjadi antar perlakuan signifikan. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Lins et al. (2006) pada tanaman Leucaenaleucocephala (tanaman lamtoro) mendapatkan hasil yang serupa bila diberi perlakuan dengan konsentrasi Cu yang berbeda. Pada penelitian Lins et al. (2006) menginokulasi tanaman dengan FMA Glomusetunicatum. Jika dilihat dari hasil penelitian bahwa semakin tingginya konsentrasi Cu yang diberikan tidak memberikan efek yang baik pada pertumbuhan tanaman alfalfa. Menurut Yu et al. (2007) bahwa jika pemberian P pada media tanam cukup tinggi maka pemberian P tidak efektif. Namun, menurut Agustina (2004) bahwa pemberian P yang diberikan pada bentuk mineral komplek, sehingga lambat untuk tersedia dan sulit diserap oleh tanaman. Selain itu kondisi kelembapan yang tinggi akan menyebabkan tanaman alfalfa menjadi memperlambat pertumbuhan.
            BK dilihat dari Tabel 3 bahwa perlakuan konstrasi Cu memberikan perbedaan pada BK aerial dan akar. Dimana pada konsentrasi Cu terendah memiliki BK aerial dan akar jauh lebih tinggi (p≤0.05) dibandingkan dengan konsntrasi Cu yang tertinggi (Tabel 3). Dimana perlakuan yang diinokulasi memiliki BK aerial dan akar lebih tinggi yaitu 23 dan 19% daripada perlakuan yang tidak diinokulasi, namun tidak signifikan (p>0.05). Pada penelitian Citterio et al. (2005) bahwa ditemukan di tanaman Cannabis sativa L. yang diinokulasi dengan AMF Glomusmosswae memiliki hasil yang sama yaitu tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara kedua BK tanaman baik yang diinokulasi maupun yang tidak diinokulasi.


SIMPULAN


            Inokulum mikoriza abuskula (Glomus spp.) toleran terhadap tanah yang terkontaminasi dengan Cu pada Daerah Lembah Catemu dan Casabianca. Inokulan memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan alfalfa. Sehingga potensi penggunaan alfalfa yang diinokulan dengan jamur mikoriza arbuskular (Glomus spp.) depat membantu proses pemulihan tanah yang terkontaminasi dengan Cu dan untuk memastikan keefektifan inokulan oada pertumbuhan alfalfa, menghindari gejala toksisitas pada tanaman akibat akumulasi Cu yang berlebihan.



DAFTAR PUSTAKA


Adriano DC. 2001. Trace Elements in Terrestrial Environments: Biogeochemistry, Bioavailability, and Risk of Metals. New York (US): Springer-Verlag.
Agustina L. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. Jakarta (ID): Penerbit Rineka Cipta.
Citterio S, Prato N, Fumagalli P, Aina R, Massa N, Santagostino A. 2005. The arbuscular mycorrhizal fungus Glomusmos seaeinduces growth and metal accumulation changes in Cannabis sativa l.chemosphere 59:21-29.
De Gregori, I., G. Lobos, S. Lobos, H. Pinochet, M. Potin, and M. Astruc. 2000. Copper and selenium in rainwater, soils and alfalfa from agricultural ecosystems of Valparaíso Región. Chile. Bol. Soc. Chil. Quím. 45(1):131-146.
De Gregori, I., E. Fuentes, M. Rojas, H. Pinochet, and M. Potin. 2003. Monitoring of copper, arsenic and antimony levels in agricultural soils impacted and non-impacted by mining activities, from three regions in Chile. J. Environ. Monitor. 5:287-295.
Ginocchio, R., y J. Narváez. 2002. Importancia de la forma química y de la matriz del sustrato en la toxicidad por cobre en Noticastrum sericeum (Less.) Less. Ex Phil. Rev. Chil. Hist. Nat. 75:603-612.
Ginocchio, R., I. Toro, D. Schnepf, and M.R. Macnair. 2002. Copper tolerance testing in populations of Mimulus luteus var. variegatus exposed and non- exposed to copper mine pollution. Geochem. Explor. Environ. Anal. 2(2):151-156.
Giovanetti, M., and B. Mosse. 1980. An evaluation of techniques for measuring vesicular-arbuscular mycorrhizal infection in roots. New Phytol. 84:489-500.
Jackson, M.L. 1964. Análisis químico de suelos. 633 p. Ediciones Omega, Barcelona, España.
Jankong, P., and P. Visoottiviseth. 2008. Effects of arbuscular mycorrhizal inoculation on plants growing on arsenic contaminated soil. Chemosphere 72:1092-1097.
Lins, C.E.L., U.M.T. Cavalcante, E.V.S.B. Sampaio, A.S. Messias, and L.C. Maia. 2006. Growth of mycorrhized seedlings of Leucaenaleucocephala (Lam.) de Wit. In a copper contaminated soil. Appl. Soil Ecol. 31:181-185.
McGrath, S., and F. Zhao. 2003. Phytoextraction of metals and metalloids from contaminated soils. Curr. Opin. Biotechnol. 14:277-282.
Peralta, J., G. De la Rosa, J. González, and J. Gardea. 2004. Effects of the growth stage on the heavy metal tolerance of alfalfa plants. Adv. Environ. Res. 8:679-685.
Phillips, J., and D. Hayman. 1970. Improved procedure for clearing roots and staining parasitic and vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi for rapid assessment of infection. Trans. Br. Mycol. Soc. 55:158-161.
Philips, W. A., S. C. Rao, J. Q. Fitch dan H. S. Maeux. 2003. Digestibility and dry matter intake of diets containing Alfalfa and kenaf. Jurnal.http://jas.fass.org/egi/content/full/80/11/298 9.[6 Agustus 2007].
Prasetya, C. A.B. 2011. Assesment OfThe Effect Of Long Term Tillage On The Arbascular Mycorthiza Colonization Of Vegetable Grop Grown In Andisol. Agrivita 33(1):85-92.
Rachou, J., C. Gagnon, and S. Sauvé. 2007. Use of an ion-selective electrode for free copper measurements in low salinity and low ionic strength matrices. Environ. Chem. 4(2):90-97.
Sadzawka, A. 1990. Métodos de análisis de suelos. Serie La Platina No 16. 130 p. Instituto de Investigaciones Agropecuarias, Centro Regional de Investigación La Platina, Santiago, Chile.
Sadzawka, A., M. Carrasco, R. Grez, y M. Mora. 2005. Métodos de análisis de compost. Serie Actas INIA No 30. 142 p. Instituto de Investigaciones Agropecuarias, Centro Regional de Investigación La Platina, Santiago, Chile.
Sadzawka, A., M. Carrasco, R. Grez, M. Mora, H. Flores, y A. Neaman. 2006. Métodos de análisis recomendados para los suelos de Chile. Serie Actas INIA No 34. 164 p. Instituto de Investigaciones Agropecuarias, Centro Regional de Investigación La Platina, Santiago, Chile.
Sauvé, S., M. McBride, and W. Hendershot. 1995. Ion-selective electrode measurements of copper(II) activity in contaminated soils. Arch. Environ. Contam. Toxicol. 29(3):373-379.
Setiadi. 2003. Arbuscular Mycorhizal Inokulum Production. Program Dan Abstrak Seminar Dan Pameran: Teknologi Produksi Dan Pemanfaatan Inokulasi Endo-Ektomikoriza Untuk Pertanian, Perkebunan Dan Kehutanan. 16 September 2003.
Sheldrick, B., and C. Wang. 1993. Particle size distribution. p. 499-511. In Carter, M. (ed.) Soil sampling and methods of analysis. Canadian Society of Soil Science. Lewis Publishers, Boca Ratón, Florida, USA.
Skerman, P. J. 1977. Tropical Forage Legumes.Food and Agriculture Organization of the United Nations. Italy.
Tovar, J. 2006. Selección en invernadero de inóculos de micorriza arbuscular (MA) para el establecimiento de la alfalfa en un Andisol de la Sabana de Bogotá. Universitas Scientiarum 11:87-103.
Wang, F., X. Lin, and R. Yin. 2007. Inoculation with arbuscular mycorrhizal fungus Acaulospora mellea decreases Cu phytoextraction by maize from Cucontaminated soil. Pedobiologia 51:99-109.
Yu Jia, XuBingcheng, Li Fengmin and Wang Xiaoling. 2007. Availability and Contributions of soil phosphorus to forage production of seeded alfalfa in semiarid Loess Plateau. Acta EcologicaSinica. 2007, 27(1): 42-47.


No comments:

Post a Comment